KOMPAS.com - Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun pada November 2021.
Lantas, siapakah yang akan menggantikan posisi Hadi Tjahjanto?
Kendati sejumlah nama mencuat ke permukaan dan disebut-sebut berpeluang menjadi Panglima TNI, hingga kini DPR belum menerima nama calon yang dipilih Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Dibuka Rekrutmen Calon Perwira Prajurit Karier TNI 2021 untuk Lulusan S1 dan D4
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, kandidat Panglima TNI masih berkutat di antara dua nama.
Keduanya, yakni Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono.
Menurut dia, belum pernah terjadi pergantian Panglima TNI dari matra yang sama selain dari TNI AD.
Baca juga: [HOAKS] KSAD Jenderal Andika Pamerkan Otot Besarnya dengan Tentara AS
Ia menilai, Andika Perkasa memiliki peluang besar untuk menjadi Panglima TNI. Sementara Yudo Margono, peluangnya terus menguat seiring waktu.
"Peluang Andika memang cukup besar jika pergantian Panglima TNI dilakukan dalam waktu dekat dan penundaan akan sangat berdampak pada peluang keterpilihan Andika," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/9/2021) pagi.
"Peluang Yudo Margono cenderung terus menguat seiring waktu. Relatif tak ada masalah baginya dan bagi organisasi TNI, jika pergantian dilakukan sekarang ataupun menjelang masa pensiun Hadi Tjahjanto," imbuh dia.
Secara politik, Fahmi menyebut, kebutuhan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini adalah mendapatkan para pembantu dengan loyalitas tanpa reserve, terutama untuk memuluskan agenda-agenda politik dan pemerintahan.
Dari situ, bisa dilihat bahwa tidak ada barrier dalam relasi antara Jokowi dan Yudo Margono. Namun hal itu sekaligus menunjukkan bahwa Yudo tidak punya endorser (pendukung) yang sangat kuat untuk menggaransi dirinya terpilih.
Baca juga: Viral, Video Sebut Racun Disebar di Langit Jagakarsa, Ini Kata TNI AU
Berbeda halnya dengan Andika Perkasa, yang menurutnya memiliki endorser kuat sekaligus barrier.
"Melalui sosok ayah mertuanya, Hendropriyono, maupun dari beragam pernyataan dukungan dari sejumlah politisi dan tokoh," tuturnya.
Namun ia menyatakan, pergantian Panglima TNI merupakan sebuah proses politik, di mana Presiden mengusulkan, lalu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menilai sebelum memutuskan setuju atau tidak dengan pilihan Presiden.
Akan tetapi, yang tidak patut adalah jika para "bakal calon" ini kemudian menggunakan instrumen atau kekuatan politik tertentu untuk memperkuat peluang untuk dipilih Presiden.
Seperti contoh melalui komunikasi dan negosiasi politik yang ditampakkan melalui dukungan maupun pernyataan politisi yang menunjukkan keunggulan calon tertentu dibandingkan calon lainnya.
Baca juga: Viral, Video KSAD Andika Disebut Adu Otot dengan US Army, Benarkah?
Sehingga, menurutnya, akan sulit membayangkan hal tersebut akan bisa terbebas dari komitmen-komitmen transaksional.
Bila itu yang terjadi, kata Fahmi, akan sulit bagi publik untuk memandang kiprah kelembagaan TNI secara obyektif.
"Sulit bagi TNI untuk secara fair berjarak dengan kekuatan politik yang 'getol' mendukung Panglima-nya. Sulit membayangkan kekuatan-kekuatan politik pendukung itu tidak tertarik melibatkan TNI dalam 'mengamankan' kepentingannya," ujar dia.
Fahmi kembali menyampaikan, pengusulan Panglima TNI merupakan hak dan kewenangan Presiden.
Maka, sepanjang tidak ada kebutuhan mendesak atau persoalan yang mengharuskan penggantian segera, hanya Presiden yang berhak menentukan waktu terbaik untuk mengganti Panglima TNI dan mengusulkan calon penggantinya ke DPR.
Baca juga: Ramai Video Helikopter Dibiarkan Berkeliling Kibarkan Bendera China, Ini Faktanya
Sepanjang tak ada kebutuhan mendesak atau persoalan yang mengharuskan penggantian segera, Presiden tidak bisa didikte. Apalagi menurut Fahmi, siapapun yang terpilih, tidak akan ada banyak perbedaan.
Selain kecakapan dasar dan kapasitas kepemimpinan yang kurang lebih setara, masing-masing kandidat memiliki keunggulan kompetitif.
"Tak perlu ada kekhawatiran terkait kemampuan menyelesaikan masalah. Seorang Panglima TNI tidak bekerja sendiri. Dia akan didukung dan ditopang oleh para staf dan komandan satuan di jajaran Mabes TNI maupun di tiap-tiap matra," ujarnya.
Soal soliditas juga tak perlu dikhawatirkan muncul resistensi, sebab organisasi TNI sudah cukup mapan dan cepat beradaptasi terhadap perubahan kepemimpinan.
"Makanya kemudian kita hanya bisa berharap, presiden maupun DPR tidak terjebak pada bangunan citra dan reputasi yang disodorkan oleh para endorser, tanpa melihat realitas secara jernih dan obyektif," ucapnya.
Baca juga: Penjelasan TNI AU soal Video Viral Helikopter Disebut Dibiarkan Berkeliling Kibarkan Bendera China
Fahmi menyebut, salah satu agenda reformasi yang harus dijalankan oleh Panglima TNI secara konsisten dan berkesinambungan adalah menjadikan TNI sebagai alat negara yang profesional dan mumpuni dalam menegakkan kedaulatan dan keamanan nasional.
Namun dengan catatan, TNI harus membatasi peran dan pelibatannya di luar agenda politik negara, apalagi dalam urusan-urusan politik sektoral bahkan elektoral.
Menurut dia, postur pertahanan satu negara dilihat setidaknya melalui tiga aspek utama, yaitu aspek kekuatan, kemampuan, dan penggunaan kekuatan.
Panglima TNI bertanggung jawab secara langsung dalam pembinaannya. Terkait organisasi, salah satu yang penting untuk dilakukan adalah pembinaan sumber daya manusia (SDM) dan karir.
"Promosi dan mutasi sebaiknya lebih bersandar pada merit system supaya prinsip the right man on the right place dapat ditegakkan, problem penumpukan personel di level perwira tinggi benar-benar terkendali tanpa efek samping," ucapnya.
Baca juga: Viral, Video Oknum TNI Tendang dan Paksa Pemuda Tempelkan Kuping ke Knalpot, Ini Ceritanya
Dikatakan Fahmi, dominasi isu modernisasi alutsista membuat isu kompetensi prajurit cenderung terabaikan.
Sehingga, pembangunan karakter, kesadaran, dan kepatuhan pada hukum serta pengembangan spesialisasi mestinya mendapat perhatian serius dan proporsional jika ingin membangun kekuatan militer yang disegani.
Pun bagus jika Panglima TNI yang baru mampu menghadirkan solusi bagi pemenuhan kebutuhan dana taktis yang selama ini sulit terakomodir dalam sistem keuangan negara.
Hal itu menyulitkan pergerakan dan pengerahan kekuatan TNI yang bersifat segera, terbatas, dan rahasia maupun yang berkaitan dengan isu kesejahteraan prajurit.
"Ini akan membantu meminimalkan peran TNI dalam banyak aktivitas yang tidak relevan dan berpotensi tak sesuai aturan perundangan," ungkap Fahmi.
Baca juga: Daftar Negara dengan Militer Terkuat di Dunia 2021, Indonesia Juara 1 di ASEAN, 20 Besar di Dunia
Selain itu, menurut dia, keterlibatan TNI dalam penanganan kedaruratan terutama yang menyangkut keselamatan negara memang tak terhindarkan, termasuk dalam penanganan pandemi Covid-19
Terlebih, militer memang didesain salah satunya adalah untuk penanganan keadaan darurat.
"Makanya sejak awal mereka dilibatkan. Semisal dalam pengelolaan rumah sakit darurat, evakuasi korban dan pelacakan orang berpotensi terpapar maupun penegakan disiplin protokol kesehatan," jelasnya.
Kendati demikian, pemerintah perlu diingatkan, pelibatan TNI harus tetap berada dalam konteks kedaruratan. Pelibatan yang berlebihan justru dapat berimplikasi pada peningkatan keraguan publik atas kemampuan dan efektivitas kerja lembaga-lembaga pemerintahan.
Bahkan lebih jauh, kata Fahmi, seolah ingin menunjukkan kegagalan dan kelemahan kepemimpinan sipil dalam pengelolaan negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.