KOMPAS.com - Ragam vaksin Covid-19 yang digunakan untuk program vaksinasi di Indonesia kini bertambah dengan kehadiran vaksin Johnson & Johnson.
Diberitakan Kompas.com, Sabtu (11/9/2021) sebanyak 500.000 dosis vaksin Covid-19 Johnson & Johnson atau Janssen dalam bentuk jadi telah tiba di Bandara Soekarno-Hatta.
Sebanyak 500.000 dosis vaksin Janssen itu merupakan pasokan pertama dari bagian kerja sama dengan Belanda.
Baca juga: 500.000 Dosis Vaksin Johnson & Johnson Tiba di Indonesia, Ditujukan untuk Siapa?
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksin Johnson & Johnson akan diperuntukkan bagi masyarakat umum berusia 18 tahun ke atas.
"Iya. Ditujukan untuk masyarakat umum usia 18 tahun ke atas," kata Nadia.
Berbeda dengan vaksin Covid-19 lain yang harus diberikan melalui dua kali penyuntikan, vaksin Janssen merupakan vaksin tunggal atau hanya butuh sekali suntikan saja.
Dosis tunggal sebanyak 0,5 ml vaksin Janssen diberikan melalui suntikan intramuscular.
Baca juga: 3 Juta Vaksin Moderna Tiba di Indonesia, Ditujukan untuk Siapa?
Vaksin Johnson & Johnson dikembangkan oleh Janssen Pharmaceutical Companies.
Vaksin ini menggunakan platform non-replicating viral vector atau menggunakan vektor adenovirus.
Dokter patologi klinis Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto, memberikan penjelasan tentang alasan vaksin Janssen hanya perlu satu kali suntikan.
Penjelasan itu ia unggah di laman Facebook pribadinya pada Jumat (10/9/2021).
Kompas.com telah mendapatkan izin dari Tonang pada Minggu (12/9/2021) untuk mengutip unggahan tersebut.
Baca juga: Kenapa Penyintas Covid-19 Tetap Perlu Divaksin? Ini Penjelasan WHO
Tonang menjelaskan, vaksin Janssen menggunakan metode viral vector.
Metode itu sama dengan yang digunakan pada vaksin Cansino, AstraZeneca, dan Sputnik.
Seperti diketahui, vaksin AstraZeneca dan Sputnik diberikan lewat dua kali penyuntikan. Namun, vaksin Janssen dan Cansino hanya butuh satu kali penyuntikan saja.
Ia mengatakan, lebih spesifik lagi, keempat vaksin tersebut termasuk dalam viral vector dengan tipe non replicating. Maka seharusnya tidak cukup bila hanya satu kali pemberian.
"Virus vectornya sendiri, sudah dihilangkan kemampuan replikasinya, sehingga sekali dimasukkan, segera ditangkap sel imun bawaan tanpa ada aktivitas lagi," jelas Tonang.
"Virus vector tersebut tidak bisa berkembang biak dalam tubuh manusia penerima vaksin. Maka pemberiannya minimal 2 kali, bisa lebih," ujar dia.
Baca juga: Saat WHO Pantau Varian Virus Corona Baru Bernama Mu...
Tonang menjelaskan, alasan vaksin Johnson & Johnson dan Cansino hanya butuh satu kali suntikan adalah karena kedua vaksin tersebut memiliki adenovirus yang berbeda dengan dua vaksin lainnya.
Ia mengatakan, pada vaksin Janssen dan Cansino, virus vectornya adalah adenovirus yang biasa menginfeksi pada manusia, tapi ringan.
Ketika menjadi vector, maka tubuh membentuk antibodi terhadap vaksin virus Covid-19 yang dititipkan, maupun terhadap virus vector yang membawanya.
Kalau nanti diberikan lagi vaksin yang sama, maka virus vector tersebut akan "ditangkap" oleh antibodi yang sudah terbentuk.
"Maka virus vector tidak bisa menjalankan tugasnya membawa vaksin Covid-19. Itulah mengapa ada beda, pada Janssen dan Cansino hanya diberikan sebagai dosis tunggal," kata Tonang.
Baca juga: Studi: Orang Tak Divaksinasi 11 Kali Lebih Mungkin Meninggal akibat Covid-19
Bagaimana dengan vaksin viral vector lain?
Pada vaksin AstraZeneca, yang digunakan adalah adenovirus yang biasanya menginfeksi simpanse.
Setelah disuntikkan, tubuh manusia membentuk antibodi terhadap vaksin Covid-19 yang dibawa, tapi tidak banyak bereaksi terhadap virus vectornya.
Sedangkan vaksin Sputnik sebenarnya sama dengan vaksin Janssen dan Cansino, yakni menggunakan adenovirus yang biasa menginfeksi manusia.
Namun, vaksin Sputnik sengaja dibuat dua versi. Strain virus vector pada dosis kedua sengaja dibedakan dengan dosis pertama.
Maka diharapkan, virus vectornya tidak ditangkap antibodi yang sudah terbentuk pada tubuh penerima vaksin.
Baca juga: Studi: Vaksin Penuh Dapat Mengurangi Gejala Long Covid-19
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan darurat untuk vaksin Covid-19 Johnson & Johnson pada 7 September 2021.
Selain mengeluarkan izin untuk vaksin Janssen, BPOM juga menerbitkan izin untuk Cansino.
Diberitakan Kompas.com, Jumat (10/9/2021) Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, penerbitan izin kedua vaksin tersebut telah melalui pengkajian yang intensif terhadap keamanan, khasiat, dan juga mutunya.
"Kami melibatkan para pakar di bidang farmakologi, imunologi, klinisi, apoteker, epidemiologi, virologi, dan biomedik yang tergabung dalam tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Covid-19, ITAGI, serta asosiasi klinisi terkait,” kata Penny.
Baca juga: Penjelasan Eijkman soal Varian Corona Mu yang Disebutkan Lebih Ganas dari Delta
Berdasarkan data interim studi klinik fase 3 pada 28 hari setelah pelaksanaan vaksinasi, efikasi vaksin Johnson & Johnson untuk mencegah keseluruhan gejala Covid-19 adalah 67,2 persen.
Kemudian, efikasi untuk mencegah gejala Covid-19 sedang hingga berat pada subjek di atas 18 tahun yakni 66,1 persen.
Vaksin Janssen disimpan pada suhu 2-8 derajat celsius atau dapat juga disimpan pada suhu minus 20 derajat celsius.