Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Bediding, Fenomena Suhu Dingin yang Terjadi Belakangan Ini

Kompas.com - 07/07/2021, 09:59 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

Penyebab suhu dingin

Ia menjelaskan, saat memasuki musim kemarau, udara di malam hari akan terasa sangat dingin dikarenakan bumi melepaskan sebagian besar energi panas yang diserapnya di siang hari.

"Yang membedakan adalah, saat musim kemarau umumnya cuaca cerah, langit bersih dari awan," ujar Supari.

"Hal ini menyebabkan energi yang dilepaskan oleh bumi di malam hari dapat lepas ke atmofer bebas, tanpa terhalang awan," lanjut dia.

Adapun proses melepas energi oleh bumi di malam hari adalah fenomena reguler yang terjadi tiap hari.

Hanya saja, jika langit sedang banyak awan, energi yang dilepaskan ini terperangkap, dan akibatnya suhu permukaan bumi terasa lebih hangat atau tidak mengalami bediding.

Baca juga: Ramai soal Suhu Dingin di Sejumlah Daerah, Kapan Akan Berakhir?

Sampai kapan suhu dingin berlangsung?

Supari menambahkan, bediding akan terjadi sepanjang musim kemarai, dan akan terasa lebih dingin ketika puncak kemarau saat kondisi langit benar-benar cerah dalam waktu yang lama (pembentukan awan sangat minim).

"Untuk puncak musim kemarau mungkin tidak spesifik jatuh pada tanggal, apalagi musim di Indonesia kan tidak seragam. Tapi secara umum September biasanya mengalami curah hujan paling rendah," ujar Supari.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Tren
Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com