KOMPAS..com – Kasus Covid-19 di sejumlah daerah di Indonesia mengalami peningkatan signifikan.
Bahkan, pada Sabtu (26/6/2021), kasus harian mencapai lebih dari 21.000, dan menjadi angka tertinggi selama pandemi Covid-19.
Banyak faktor yang menyebabkan peningkatan drastis kasus Covid-19 di Indonesia. Selain meluasnya penyebaran varian baru virus corona, juga masih longgarnya pergerakan masyarakat, dan tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
Fasilitas layanan kesehatan pun kewalahan. Di banyak daerah, rumah sakit hampir kolaps. Tenaga kesehatan juga banyak yang menjadi korban Covid-19.
Baca juga: Amanat Penderitaan Nakes RS Wisma Atlet
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Sleuruh Indonesia (Persi) Lia G Partakusuma mengakui, kondisi saat ini adalah kondisi yang berat.
Alasannya, jumlah kasus menanjak, keterisian tempat tidur terus bertambah, dan ruangan Covid-19 juga terus bertambah, akan tetapi tenaga medis tidak bertambah.
Menambah sumber daya tenaga kesehatan bukan hal mudah dalam situasi seperti saat ini.
“Yang jadi masalah sekarang, nakes juga banyak yang positif Covid-19. Banyak yang terpapar juga walaupun mereka sudah divaksin,” ujar Lia, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/6/2021).
Lia mengatakan, meski tenaga kesehatan yang sudah divaksin hanya bergejala ringan, tetapi mereka juga harus diisolasi sehingga tidak bisa bertugas.
Oleh karena itu, kata Lia, persoalan saat ini bukan hanya banyaknya pasien, tetapi juga berkurangnya tenaga kesehatan yang bisa menangani pasien Covid-19.
Baca juga: Vaksinasi Nakes Lansia, IDI Ingatkan agar Perhatikan Komorbid
Ketika menambah ruang perawatan, maka jumlah tenaga kesehatan juga harus ditambah sehingga tidak menambah berat beban kerja nakes.
“Jadi yang kami harapkan adalah pengurangan penumpukan yang terjadi di rumah sakit. Jadi harus diurai,” ujar dia.
Cara yang bisa dilakukan adalah menempatkan mereka yang bergejala ringan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah atau melakukan isolasi di wilayahnya.
“Kalau memang mereka enggak bisa isolasi di rumah, pemda setempat dapat membuat atau menambah pelayanan-pelayanan untuk isolasi mandiri tapi dipantau. Artinya ada petugas kesehatan yang bisa mengontrol bahwa kondisi kesehatan ini membaik atau memburuk,” ujar Lia.
Ketika kondisi pasien agak berat, mereka bisa dikirim ke rumah sakit.
“Jadi supaya ada penguraian dari jumlah pasien, yang tadinya menumpuk di rumah sakit," kata dia.
Lia menekankan, penguraian ini penting karena bukan hanya pasien Covid-19 saja yang harus dilayani, tetapi juga pasien non Covid-19.
Baca juga: Gambaran Gunungkidul Zona Merah: 46 Nakes RSUD Wonosari Terpapar Covid-19, Ruang Isolasi Penuh
Ia mengatakan, untuk pasien yang bergejala ringan atau tak bergejala, bisa melakukan isolasi mandiri, meski tak semua bisa menjalaninya.
Pada beberapa kondisi, misalnya, di rumah ada anak kecil atau orang tua, atau tidak memiliki cukup ruang, maka bisa membuat solusi isolasi di tingkat kelurahan atau RW.
Kemudian, warga membantu menyuplai makan dan obat.
Lia mengatakan, Persi juga mengimbau agar masyarakat tak panik ketika dinyatakan positif Covid-19.
Yang bisa dilakukan adalah mengidentifikasi kondisi diri apakah memiliki gejala yang mengkhawatirkan atau tidak.
Jika muncul gejala, bisa melakukan pemeriksaan dan menghubungi dokter. Selanjutnya, dokter yang memutuskan apakah perlu dirawat di RS atau cukup menjalani isolasi mandiri di rumah atau di tempat yang telah disediakan.
Masyarakat juga diingatkan untuk menghargai tenaga kesehatan. Ia mengingatkan, perlu adanya empati dari pasien kepada tenaga kesehatan dan sebaliknya.
Baca juga: 401 Dokter Meninggal karena Covid-19, Faskes Penuh Tingkatkan Risiko Nakes Terpapar Virus
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.