KOMPAS.com - Hari ini 85 tahun lalu, merupakan hari kelahiran Bacharuddin Jusuf Habibie, presiden ketiga Republik Indonesia.
Ia merupakan sosok presiden yang dikenal dengan segudang prestasi.
BJ Habibie juga menjadi pelopor kemajuan sektor pesawat terbang di Indonesia.
Berikut masa kecil dan rekam jejak Habibie semasa hidupnya.
Baca juga: Profil Presiden Ketiga RI: Bacharuddin Jusuf Habibie
BJ Habibie lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936.
Ia adalah akan keempat dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardoyo.
Melansir biografi BJ Habibie berjudul Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner oleh Gina S Noer (2015), BJ Habibie disebut sebagai anak yang selalu cerewet dan ingin tahu segala sesuatu.
Sejak berusia 2-3 tahun, ia selalu menanyakan segala sesuatu yang ditemui dan dilihat pada ayahnya, kenapa begini, kenapa begitu.
Ia juga gemar menunggangi kuda dan membaca. Dibanding anak-anak lain seusianya, Habibie memiliki banyak kelebihan.
Menginjak usia 4 tahun, Habibie sudah lancar membaca. Ia membaca buku apa saja, mulai ensiklopedia sampai buku cerita.
Beberapa buku favoritnya ialah buku-buku karya Leonardo Da Vinci dan buku fiksi ilmiah karya Jules Verne.
Ia pun kerap mencoba membaca buku-buku dalam bahasa Belanda. Setiap menemukan kata-kata yang sulit dan tak dipahami, Habibie tak segan bertanya pada orangtuanya.
Sampai akhirnya, orangtuanya membelikan kamus Indonesia-Belanda sehingga bisa belajar sendiri.
Namun, karena sering menghabiskan waktu membaca buku, Habibie jadi lebih banyak mengurung diri di kamar dan harus dipaksa untuk keluar. Ia tidak terbiasa berbicara dengan orang di luar rumah.
Baca juga: Hari Kebangkitan Teknologi Nasional dan Cita-cita Pesawat Buatan Dalam Negeri BJ Habibie
Habibie menempuh pendidikan dasar di Sekolah Rakyat di Parepare, yang kini menjadi SD Negeri 4 Parepare Sulawesi Selatan.
Menginjak remaja, ia pindah ke Bandung, Jawa Barat.
Ia bersekolah di SMP 5 Bandung, dan kemudian melanjutkan jenjang SMA di SMA Kristen Dago Bandung, tempat pertama kalinya ia bertemu dengan Ainun.
Selanjutnya, ia berkuliah di Fakultas Teknik Instititut Teknologi Bandung. Saat itu, ITB bernama Universitas Indonesia pada 1954.
Tak lama setelah itu, keluarga Habibie dirundung duka. Pada 3 September 1950, ayah Habibie meninggal dunia.
Habibie pun tak lama bersekolah di ITB, dalam hitungan bulan, ia kemudian melanjutkan studi Teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang di Rhen Westfalen Aachen Tehnische Hochscule (RWTH) Jerman.
Pada 1960, ia mendapatkan gelar Diplom Ingenieur dengan predikat cumlaude. Dengan gelar tesebut, Habibie bekerja di industri kereta api Jerman, Firma Talbot.
Ia mengaplikasikan cara-cara konstruksi membuat sayap pesawat terbang yang diterapkan pada wagon.
Tak puas bergelar Diploma Ing, Habibie kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di Technischule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Pada 1965, ia mendapat gelar Dr. Ingenieur atau Dr. Ing dengan predikat Summa Cumlaude.
Sesudah pulang Habibie kemudian mendapatkan gelar Profesor Teknik dari ITB.
Ia mengenalkan “Faktor Habibie” yang merupakan cara untuk menghitung keretakan atau crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang. “Mr Crack” menjadi nama julukannya karena keahlian tersebut.
Baca juga: Saat Pemerintah Hapuskan Proyek Pesawat R80, Impian Terakhir BJ Habibie...
Habibie memiliki prestasi dan pencapaian dalam bidang penerbangan dan pesawat terbang.
Habibie juga sempat bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohm, perusahaan penerbangan yang berpusat di Jerman, sebelum kembali ke Indonesia pada 1973.
Setelah kembali ke Indonesia dan memajukan industri pesawat terbang dalam negeri, Habibie mulai memasuki dunia politik.
Puncaknya, pada 14 Maret 1998, Habibie mendampingi Soeharto sebagai wakil presiden dalam Kabinet Pembangunan VII.
Setelah dua bulan menjabat wakil presiden, Habibie menjabat Presiden menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri.
Namun, ,asa kepemimpinan Habibie terbilang singkat. Pada 20 Oktober 1999, ia digantikan oleh Abdurrahman Wahid atau yang sering dikenal Gus Dur yang memenangi Pemilu tahun 1999.
Jejak karir politiknya, yakni:
Baca juga: Merawat Ingatan akan Peninggalan BJ Habibie
Perjalanan hidup Habibie menjadi inspirasi banyak orang sampai diangkat ke dalam 3 film.
Film itu meliputi Habibie dan Ainun (2012), Rudy Habibie atau Habibie dan Ainun 2 (2016), serta Habibie dan Ainun 3 (2019).
Pada 8 September 2019 dalam usia 83 tahun, Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, karena sakit yang dideritanya.
Sesuai permintaannya semasa hidup, Presiden RI ke-3 BJ Habibie dimakamkan bersebelahan dengan sang istri, Hasri Ainun Besari.
Pusara mereka kini bersandingan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.