Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meninggal Dunia, Berikut Profil Wimar Witoelar

Kompas.com - 19/05/2021, 11:26 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mantan Juru Bicara Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Wimar Witoelar meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta, Rabu (19/5/2021) sekitar pukul 09.00 WIB.

Kabar duka ini disampaikan Direktur Utama Biro Konsultan InterMatrix Communication (IMX), Erna Indriana, melalui pesan singkat.

IMX merupakan salah satu perusahaan yang didirikan Wimar.

"Kami memberitahukan bahwa Wimar Witoelar telah wafat pada hari ini, Rabu 19 Mei 2021 pukul 09.00 WIB di RS Pondok Indah Jakarta," ujar Erna dikutip dari Kompas.com, Rabu (19/5/2021).

Menurut Erna, jenazah almarhum akan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta. Namun ia belum dapat memastikan mengenai waktu pemakaman.

Baca juga: Mengenang Ismail Marzuki, Maestro Musik Indonesia yang Meninggal di Pangkuan Sang Istri...

Berikut sekilas tentang sosok Wimar Witoelar:

Sosok yang tidak pernah berhenti berpikir dan bersikap kritis

Wimar merupakan bungsu dari lima putra-putri pasangan RA Witoelar Kartaadipoera dan Toti Soetiamah kelahiran Padalarang, 14 Juli 1945.

Harian Kompas, 2 Agustus 1998 memberitakan, adik mantan Sekjen Golkar dan Dubes RI untuk Rusia Rachmat Witoelar ini bukan orang yang mudah menyerah.

Hal itu tercermin seperti perjalanan hidupnya yang membuktikan bahwa ia adalah orang yang tidak pernah berhenti berpikir dan bersikap kritis.

Baca juga: Mengenang Satu Tahun Kepergian Didi Kempot dan Perjalanan Hidupnya...

Wimar memasuki Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1963 dan kuliah di jurusan elektro teknik namun tidak pernah diselesaikannya.

Meletusnya G30S PKI membuat Wimar ikut terjun dalam aktivitas politik.

Pada November 1965, Wimar menjadi salah satu Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Komisariat ITB mewakili Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB).

Baca juga: 5 Fakta Film G30S/PKI, dari Film Wajib Era Soeharto hingga Pecahkan Rekor Penonton

Aktivis kampus

Wimar WitoelarKompas/Bayu Dwi Radius Wimar Witoelar

Sejak saat itu, ia sibuk memimpin apel siaga dan aksi demonstrasi mahasiswa ITB mengganyang PKI.

Ia juga memimpin misi Ampera mahasiswa ITB ke Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Pada 1968, Wimar terpilih sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa ITB.

Pada tahun itu juga ia dipilih sebagai Ketua Umum Dewan Mahasiswa ITB periode 1968-1969

Baca juga: Seni Perlawanan Anak Muda di Balik Poster Lucu Pendemo.

Muncul pertanyaan, mengapa Wimar tidak menyelesaikan kuliahnya di ITB. Menurut dia, menjadi aktivis jauh lebih menantang ketimbang kuliah.

"Karena tidak sanggup, tidak ada motivasi lagi. Ketika tahun ketiga kuliah, terjadi Gestapu. Tadinya tak pernah memikirkan kehidupan politik, lalu menjadi aktivis mahasiswa dan menjadi pimpinan. Dan itu lebih menarik dan serius daripada kuliah," kata Wimar saat diwawancara Harian Kompas kala itu.

"Kebetulan kuliah saya di bidang elektro, sangat teknis. Sementara kegiatan saya sudah setingkat menteri. Artinya kalau ingin bertemu menteri bisa dengan mudah, sementara bila menghadap asisten dosen tidak mengerti apa-apa. Jadi senjang sekali kedudukan saya antara di dunia akademik dan di luar dunia itu. Tetapi politik saya sudah selesai di kampus," lanjut Wimar.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Puluhan Ribu Mahasiswa Menduduki Gedung DPR/MPR

Masuk daftar calon legislatif, tapi...

Ketika Golkar dibentuk pada 1969, yang menjadi senior mahasiswa di Bandung adalah Rahman Toleng.

Sebagai mahasiswa aktif, Wimar ikut menganjurkan membikin Golkar agar menjadi kekuatan alternatif.

Tetapi menjelang pemilu, ia keburu drop out, pergi ke AS untuk pindah studi, padahal ia masuk daftar calon legislatif pemilu pertama itu untuk wakil Jawa Barat dengan nomor urut 9 dari Golkar.

Sedangkan teman baiknya sejak mahasiswa, Sarwono Kusumaatmadja yang mantan Sekjen Golkar, Menteri Penertiban Apartur Negara dan Menteri Lingkungan Hidup, mendapat nomor urut 24.

Baca juga: Mengingat Kerusuhan Mei 1998, Bagaimana Kronologinya?

Setelah lulus dan meraih gelar BS dalam electrical engineering, MS dalam system analysis dan MBA dalam finance and investment dari George Washington University, AS pada 1975, Wimar kembali pulang ke Indonesia.

Sepulangnya dari AS, Wimar dipercaya menjadi dosen di ITB dan menolak ikut pemilu kedua pada 1977.

Pergolakan mahasiswa ITB menjelang Sidang Umum MPR 1977 berakhir dengan penahanan sejumlah mahasiswa dan Wimar menjadi satu-satunya dosen yang ikut ditahan tanpa diadili.

Wimar tidak suka disebut dengan istilah pejuang reformasi, sebab itu memerlukan pengorbanan.

"Padahal saya menyukai pekerjaan ini, it just comes naturally. Juga kita tahu istilah reformasinya yang sudah begitu sangat larut. Lalu saya agak tidak punya ilusi mengenai peran satu orang tanpa organisasi untuk mengubah semua. Saya senang mengkritik orang supaya orang mencari tahu sendiri, membentuk sikap sendiri. Ya itulah mencuri kejernihan dalam kerancuan. Jadi pejuang reformasi merupakan suatu kata yang terlalu besar, begitu juga pejuang Orde Baru," tuturnya.

Baca juga: Demo UU Cipta Kerja, Tindakan Kekerasan, dan Desakan Reformasi Kepolisian...

Juru bicara Presiden Gus Dur

Pada era kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, kala itu Wimar dipercaya menjadi juru bicara kepresidenan.

Harian Kompas, 11 November 2000 memberitakan, saat kabar tentang terpilihnya orang berbobot 100 kilogram dan tinggi 172 sentimeter ini menjadi Jubir Presiden merebak, berbagai prediksi lisan disampaikan para wartawan istana.

Muncul selentingan ia akan kebingungan sendiri dengan ucapan-ucapan Presiden Gus Dur. Ada yang mengatakan, bisa-bisa ucapan Wimar sering dibantah oleh Presiden.

Lalu juga ada yang mempersoalkan peraturan birokrasi atas pengangkatan Wimar.

Baca juga: Sejarah Imlek di Indonesia, dari Zaman Jepang, Orde Baru sampai Gus Dur

Diberitakan Harian Kompas, 28 Juni 2011, hal yang menurutnya paling berkesan ketika menjadi Jubir Presiden Gus Dur adalah pertemuan pertama.

"Tiap hari ada yang lucu atau berguna. Paling berkesan adalah pertemuan pertama, rasanya seperti ketemu teman lama," tutur Wimar.

Menurutnya, Gus Dur adalah orang terbesar yang pernah ia kenal, dan menjadi juru bicaranya adalah kehormatan dan kesempatan terbesar yang pernah dianugerahkan pada kehidupan profesionalnya.

"Menjadi juru bicara Gus Dur adalah anugerah besar bagi saya. Menjadi juru bicara orang lain hanya akan membuat stres," kata Wimar lagi.

Baca juga: Alasan Gus Dur Menghapus Jabatan Wakil Panglima TNI

Mengemas acara talkshow menjadi fenomena komunikasi di Tanah Air

Meskipun acara talkshow di sini bukan barang baru, tetapi Wimarlah yang secara sadar mengemas acara itu sehingga menjadi fenomena komunikasi di Tanah Air.

Pertanyaannya yang kritis dan spontan mewakili keingintahuan pemirsa melalui program "Perspektif" yang ditayangkan di SCTV sejak Mei 1994 sampai dihentikan September 1995.

Untungnya, Wimar bukan tipikal orang yang mudah menyerah. Justru setalah acara yang dipandunya mati di layar kaca, saat itu malah berkembang variannya dan muncul di berbagai media.

Wimar tampil dalam "Perspektif Live!!" yang digelar dari satu kota ke kota lain. Tetapi untuk menjangkau khalayak lebih luas, diperlukan media lain.

Baca juga: Video Viral Alasan Gus Dur Bubarkan Kementerian Sosial dan Sejarahnya

Wimar dengan InterMatrix Communication, perusahaan jasa komunikasi dan public relations, yang dipimpinnya dan kegiatan hariannya ditangani Hani Hasyim sebagai produser, mengembangkan produk lain yaitu "Perspektif Baru" yang digelar pertama kali 26 Januari 1996.

Sepuluh koran menyiarkan transkrip acara ini dan 16 radio swasta di berbagai daerah menyiarkannya.

Selain "Perspektif Baru", Wimar juga tampil dalam Perspektif Bisnis Republika, Wimar Witoelar Live, LA Lights Dialog, Friday Break, Perspektif On Line di www.perspektif.net, rubrik Asal Usul di Harian Kompas, Perspektif Bisnis Kontan, Selayang Pandang (di stasiun TV Indosiar), dan menerbitkan buku serta pernik-pernik seperti kaus T, topi dan lain-lain dengan logo Perspektif.

Di radio M-97 Jakarta, Wimar melakukan siaran langsung dalam Perspektif Djie Sam Soe Forum.

Baca juga: Mengenang Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Bangsa

Karyanya paling populer

Dilansir dari perspektif.net, Wimar pun telah menulis banyak artikel dan sering dikutip dalam Time, Newsweek, The International Herald Tribune, The New York Times, Wall Street Journal, The Washington Post, The Straits Times, Sydney Morning Herald dan Australian Financial Review.

Dia adalah seorang kolumnis untuk surat kabar TODAY Singapura, surat kabar Australia, dan The Guardian dari Inggris.

Wimar telah menerbitkan beberapa buku mulai dari karya akademis seperti "Ancillary Firm Development in Asia" terbitan Jepang dan "Small and Medium Business Development in Indonesia".

Baca juga: Mengenang Pengusaha Nyentrik Bob Sadino dan Perjalanan Hidupnya...

Karyanya yang paling populer di dunia internasional adalah "No Regrets", memoar hari-harinya bersama Presiden Gus Dur yang diterbitkan oleh Equinox Publishing dan tersedia di amazon.com.

Istrinya, ahli saraf Suvatchara Witoelar, meninggal dunia pada 2003.

Bersama Suvatchara, Wimar memiliki dua putra Satya Tulaka (1975) adalah seorang arsitek dan pengembang web yang pernah bekerja di Yahoo dan Aree Widya (1978), PhD di bidang matematika dan ilmu komputer.

Baca juga: Mengenang Sosok Pangeran Philip dan Perjalanan Hidupnya...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

8 Tim yang Lolos Perempat Final Thomas dan Uber Cup 2024, Siapa Saja?

8 Tim yang Lolos Perempat Final Thomas dan Uber Cup 2024, Siapa Saja?

Tren
20 Ucapan dan Twibbon Hari Buruh 1 Mei 2024

20 Ucapan dan Twibbon Hari Buruh 1 Mei 2024

Tren
Wasit VAR Sivakorn Pu-Udom dan Kontroversinya di Piala Asia U23 2024

Wasit VAR Sivakorn Pu-Udom dan Kontroversinya di Piala Asia U23 2024

Tren
Penjelasan PVMBG soal Gunung Ruang Kembali Meletus, Bisa Picu Tsunami

Penjelasan PVMBG soal Gunung Ruang Kembali Meletus, Bisa Picu Tsunami

Tren
100 Gerai KFC Malaysia Tutup di Tengah Aksi Boikot Produk Pro-Israel

100 Gerai KFC Malaysia Tutup di Tengah Aksi Boikot Produk Pro-Israel

Tren
5 Korupsi SYL di Kementan: Biaya Sunatan Cucu, Beli Mobil untuk Anak, hingga Bayar Biduan

5 Korupsi SYL di Kementan: Biaya Sunatan Cucu, Beli Mobil untuk Anak, hingga Bayar Biduan

Tren
Apa Itu Identitas Kependudukan Digital (IKD)? Berikut Tujuan dan Manfaatnya

Apa Itu Identitas Kependudukan Digital (IKD)? Berikut Tujuan dan Manfaatnya

Tren
AstraZeneca Akui Ada Efek Samping Langka pada Vaksinnya, Ahli dan Kemenkes Buka Suara

AstraZeneca Akui Ada Efek Samping Langka pada Vaksinnya, Ahli dan Kemenkes Buka Suara

Tren
Studi: Mengurangi Asupan Kalori Diyakini Bikin Umur Lebih Panjang

Studi: Mengurangi Asupan Kalori Diyakini Bikin Umur Lebih Panjang

Tren
10 Rekomendasi Ras Anjing Ramah Anak, Cocok Jadi Peliharaan Keluarga

10 Rekomendasi Ras Anjing Ramah Anak, Cocok Jadi Peliharaan Keluarga

Tren
Terjadi Penusukan WNI di Korea Selatan, 1 Orang Dilaporkan Meninggal Dunia

Terjadi Penusukan WNI di Korea Selatan, 1 Orang Dilaporkan Meninggal Dunia

Tren
Ramai soal Kinerja Bea Cukai Dikeluhkan, Bisakah Dilaporkan?

Ramai soal Kinerja Bea Cukai Dikeluhkan, Bisakah Dilaporkan?

Tren
Viral, Video Perempuan Terjebak di Kolong Commuter Line Stasiun UI, Ini Kata KCI

Viral, Video Perempuan Terjebak di Kolong Commuter Line Stasiun UI, Ini Kata KCI

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Irak untuk Memperebutkan Peringkat Ketiga? Simak Jadwalnya

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Irak untuk Memperebutkan Peringkat Ketiga? Simak Jadwalnya

Tren
Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa 'Kerja' untuk Bayar Kerugian

Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa "Kerja" untuk Bayar Kerugian

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com