Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Kembali Mudik Naik KA Ekonomi, Berdesakan hingga Kecopetan...

Kompas.com - 10/05/2021, 19:25 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kenangan masa lalu, ada kalanya indah untuk dikenang. Mungkin ada pula yang mengenang pengalaman mudik menggunakan kereta api (KA) ekonomi di masa lalu sebagai kenangan indah.

Ada banyak cerita mudik penumpang KA ekonomi.

Selama puluhan tahun, kereta api telah menjadi salah satu angkutan mudik andalan masyarakat yang hendak pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran.

Kereta api memang menjadi andalan bagi masyarakat ketika mudik, salah satunya karena harga tiket yang terjangkau.

Baca juga: Nostalgia Idul Fitri: Anda Generasi Kartu Lebaran, SMS, BBM, atau WhatsApp?

Sebelum PT Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan perbaikan layanan menyeluruh, mudik dengan KA ekonomi identik dengan sederet ketidaknyamanan.

Mulai dari penumpang yang berjejalan, jadwal perjalanan yang seringkali tidak tepat waktu, pedagang asongan yang berjualan di dalam gerbong, hingga risiko dicopet, adalah sederet hal yang harus dihadapi pemudik yang memilih naik KA ekonomi.

Kondisi semacam itu masih bisa dijumpai hingga setidaknya tahun 2011.

Mudik naik KA ekonomi, dulu...

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno membenarkan bahwa mudik Lebaran dengan KA ekonomi beberapa tahun lalu memang tidak senyaman sekarang.

"Pada saat itu, kondisi keretanya memang begitu. Orang mau masuk kereta saja rebutan. Sistemnya kan belum ada tiket, siapa yang dapat tempat ya siapa yang duluan duduk," kata Djoko saat dihubungi Kompas.com, Minggu (9/5/2021).

Djoko mengatakan, saking banyaknya penumpang yang ingin mudik menggunakan KA ekonomi, toilet yang ada di kereta pun juga ikut diisi penumpang.

"Sudah toiletnya bau, diisi orang lagi," ujar Djoko.

Dia menyebutkan, fenomena penumpang yang masuk ke gerbong lewat jendela juga merupakan hal yang lumrah pada waktu itu.

"Kalau yang enggak kuat, mereka di lokomotif. Bayar sama masinis. Jadi lokomotif masinis itu bisa sampai 10 orang di dalam, padahal sempit kayak gitu," kata Djoko.

"Kalau masih enggak cukup ya jejer di sekitar lokomotif itu. Kalau sekarang ngeri ya, tapi dulu biasa saja itu orang kayak gitu. Dihalau sama Polsuska turun, nanti pas kereta berangkat loncat semua," lanjutnya.

Djoko mengatakan, untuk menampung animo masyarakat yang hendak mudik menggunakan kereta api, kereta barang juga turut dikerahkan untuk mengangkut penumpang.

"Namanya kereta Sapujagat. Itu panasnya bukan main. Diisi orang itu," ujar Djoko.

Ada pedagang dan copet

Djoko mengatakan, pada tahun-tahun dahulu, KA ekonomi tidak hanya diisi penumpang,  tetapi ada juga pedagang asongan yang ikut naik ke gerbong dan menjajakan dagangannya.

"Kadang-kadang pengasong itu naik kereta sengaja enggak pakai sandal atau sepatu, tapi turunnya udah pakai sandal atau sepatu. Enggak tahu punya siapa itu yang diambil," kata Djoko sambil tertawa.

Kendati demikian, Djoko berpendapat, jika ada hal yang dirindukan dari perjalanan KA ekonomi dulu, kehadiran para pengasong itu adalah salah satunya.

"Merindukannya begini, sampai di stasiun mana itu ada ciri khasnya. Oh (stasiun) Gambringan itu pecelnya, kalau di Purwokerto nanti beda lagi. Merindukan memang," ujar dia.

Hal lain yang menurut Djoko mungkin dirindukan dari perjalanan kereta dulu adalah aspek sosial atau interaksi antara sesama penumpang seperti berbagi makanan atau minuman.

"Bawa teh panas gitu kan. Kemudian kalau di dalam kereta mau tiduran itu boleh. Kalau sekarang kan enggak boleh tidur di bawah. Dulu tidur di bawah, sewa bantal," kata Djoko.

Dia menambahkan, pengalaman berkesan lain dari perjalanan kereta dulu adalah ketika listrik kereta api tiba-tiba padam.

"Sepanjang malam ulang tahun terus, pakai lilin, kayak orang ulang tahun," kata Djoko sambil tertawa.

KA ekonomi kini lebih nyaman

Mengutip Harian Kompas, 29 Juni 2016, minat masyarakat menggunakan kereta api untuk mudik sudah terlihat saat Lebaran, Desember 1969.

Bahkan, pada saat itu, Perusahaan Negara Kereta Api (saat ini PT KAI) harus menambah layanan kereta api untuk bisa memenuhi keinginan pemudik.

Fenomena tersebut masih terlihat pada tahun 1980-an hingga 2000-an.

Kendati demikian, tingginya minat masyarakat menggunakan kereta api untuk mudik Lebaran, masih belum dibarengi dengan perbaikan layanan.

Harian Kompas, 16 Agustus 2012, menuliskan, KAI mulai melakukan pembenahan layanan secara menyeluruh, termasuk KA ekonomi, pada tahun 2012.

Pembenahan tersebut antara lain melengkapi gerbong penumpang KA ekonomi dengan pendingin ruangan (AC) dan menerapkan sistem satu tiket satu nama untuk mencegah percaloan tiket.

Pada mudik Lebaran tahun 2012, KAI juga mempensiunkan KA Sapujagat, yang dianggap kurang manusiawi karena tidak memiliki kursi penumpang.

KAI juga membuat terobosan baru dengan menerapkan kebijakan pembatasan daya angkut kereta penumpang sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia.

Dengan kebijakan ini, jumlah tiket yang dijual disesuaikan dengan jumlah kursi yang ada. Pemudik pun bisa duduk tenang dan nyaman asal memiliki tiket atas namanya sendiri.

Untuk membeli tiket, penumpang juga tidak harus datang ke stasiun untuk antre atau berebut dengan penumpang lain atau calo. Lewat beberapa gerai, KAI menawarkan pembelian tiket secara online.

Saat kereta berjalan, manajemen juga melarang pedagang asongan, apalagi penumpang gelap, masuk ke gerbong kereta yang memungkinkan munculnya aksi kejahatan yang merugikan pemudik.

Kini, mudik dengan KA ekonomi tak lagi seekstrim dulu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com