Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[HOAKS] Terpidana Hukuman Mati Harus Bayar Rp 200 Juta untuk Eksekusi Matinya

Kompas.com - 26/04/2021, 10:29 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

hoaks

hoaks!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

KOMPAS.com - Di media sosial menyebar informasi yang menyebutkan bahwa hukuman mati di Indonesia tak gratis.

Informasi itu diunggah sejumlah akun di Instagram, dan kemudian menyebar pula di Facebook dalam bentuk tangkapan layar unggahan akun Instagram.  

Informasi yang beredar itu menyebutkan, terpidana harus membayar Rp 200 juta untuk biaya eksekusi matinya.

Kejaksaan Agung menyatakan, eksekusi mati dibiayai oleh negara. Informasi yang beredar di media sosial tidak benar alias hoaks.  

Narasi yang beredar

Ada sejumlah akun yang mengunggah informasi itu, salah satunya adalah fasedenuia.rjw di Instagram.

Berikut isi narasinya:

Sejak umur berapa kalian tahu bahwa hukuman mati itu tidak gratis? Malahan di Indonesia terpidana harus mengeluarkan uang sekitar Rp 200 juta untuk biaya eksekusi matinya

Tangkapan layar unggahan hoaks yang berisi kewajiban terpidana mati membayar Rp 200 juta untuk eksekusinya Tangkapan layar unggahan hoaks yang berisi kewajiban terpidana mati membayar Rp 200 juta untuk eksekusinya
Akun lain yang mengunggah narasi yang sama adalah hariankopas dan global_info.id.

Benarkah terpidana mati harus membayar eksekusi matinya?

Penelusuran Kompas.com

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak membantah kabar itu.

Ia mengatakan, biaya eksekusi mati ditanggung negara.

"Eksekusi (mati) biaya negara," kata Leonard saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (25/4/2021).

Saat ditelusuri, klaim informasi di media sosial itu merujuk pada keterangan Jaksa Agung HM Prasetyo pada 2015 lalu. Dalam pernyataannya, Jaksa Agung menyebutkan, Kejaksaan Agung menganggarkan hingga Rp 200 juta per orang untuk setiap eksekusi mati, seperti diberitakan Kompas.com.

"Setiap orang ada jatah biayanya Rp 200 juta, termasuk seluruh kebutuhan yang diperlukan dari awal sampai pelaksanaan," kata Prasetyo.

Prasetyo menambahkan, biaya tersebut belum termasuk biaya transportasi bagi terpidana mati.

Ia mencontohkan, dari enam terpidana mati yang dieksekusi pada 18 Januari 2015, dua orang di antaranya harus dibawa dari Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, Banten, ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Biaya tranportasi bagi kedua terpidana itu mencapai Rp 100 juta.

Dengan demikian, tak ada satu pun pernyataan Prasetyo yang menyebut biaya itu dibebankan kepada terpidana, melainkan dianggarkan oleh Kejaksaan Agung atau ditanggung oleh negara.

Kesimpulan

Narasi yang menyebutkan terpidana mati harus membayar Rp 200 juta untuk eksekusinya adalah tidak benar.

Dana itu dianggarkan oleh Kejaksaan Agung, bukan dibebankan kepada terpidana. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Tren
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Tren
BMKG: Wilayah yang Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang 9-10 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang 9-10 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Hujan Lebat 9 Mei 2024 | Vaksin AstraZeneca Ditarik Peredarannya

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Hujan Lebat 9 Mei 2024 | Vaksin AstraZeneca Ditarik Peredarannya

Tren
Mengulik Racunomologi

Mengulik Racunomologi

Tren
Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan

Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan

Tren
Cara Mengetahui Jenis Vaksin Covid-19 yang Pernah Diterima

Cara Mengetahui Jenis Vaksin Covid-19 yang Pernah Diterima

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Menurunkan Kolesterol Jahat

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Menurunkan Kolesterol Jahat

Tren
Sejumlah Riset Sebut Hubungan Kekurangan Vitamin D dengan PCOS

Sejumlah Riset Sebut Hubungan Kekurangan Vitamin D dengan PCOS

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com