Menurut dia, penegakan kebenaran dan keadilan sesuai fakta yang obyektif dan meluruskan penerapan pasal-pasal yang relevan sesuai kasus, menjadi alasan hukuman terhadap koruptor yang mengajukan kasasi justru dinaikkan.
Penambahan lama maupun jumlah hukuman pengaju kasasi, menurut Artidjo, dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Artidjo juga menjelaskan perbedaan substansial dalam isi Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) meskipun sekilas hampir sama. Dua pasal itu bisa membuat perbedaan hukuman terhadap terdakwa.
Pasal 3 itu kualifikasinya, unsurnya, setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, menguntungkan diri sendiri, juga merugikan keuangan negara.
Baca juga: Artidjo Alkostar Tutup Usia, Mahfud: Dia Menginspirasi Saya Jadi Aktivis...
Dilansir dari laman resmi Mahkamah Agung, Artidjo memasuki masa pensiun pada 22 Mei 2018 lalu sejak menjadi Hakim Agung pada 2000.
"Dalam rentang waktu 18 tahun saya berkhidmat pada Mahkamah Agung, berkhidmat pada keadilan,” tutur Artidjo.
Artidjo juga pernah mengeluarkan beberapa buku, salah satunya berjudul "Artidjo Alkostar Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan".
Buku 445 halaman tersebut berisi pandangan kolega-kolega Artidjo terkiat dirinya, mulai dari pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, Pimpinan PolrI, dan yang lainnya.
Selain buku tersebut, Artidjo juga mengeluarkan dua buku lainnya yaitu Dimensi Filosofis Ilmu Hukum dan hukum Pidana (70 Tahun Artidjo Alkostar Mengabdi Kepada Bangsa dan Negara), dan Alkostar Sebuah Biografi yang ditulis oleh Puguh Windrawan.
Artidjo mengatakan bahwa hakim itu harus lebih pintar dari pembuat Undang-Undang, harus lebih pintar dari koruptor. Alangkah malangnya negeri ini, kata dia, jika hakimnya kalah pintar dari koruptor.
Baca juga: KPK: Kami Sangat Berduka atas Wafatnya Pak Artidjo Alkostar...
Begitulah kalimat di selembar kertas dengan tulisan berwarna hitam dan tertempel di sebuah pintu ruangan di lantai tiga Gedung MA.
Harian Kompas, 8 Juli 2001 mewartakan, itu "tanda" yang membedakan ruangan Hakim Agung Artidjo Alkostar dengan ruangan lain di gedung yang seharusnya menjadi orang menemukan keadilan tersebut.
Tulisan itu bukan untuk sok, tetapi begitulah Artidjo yang dikenal.
"Saya tak pernah mau membicarakan perkara yang sedang ditangani dengan tamu. Siapa pun boleh datang ke ruangan ini, tapi begitu mulai membicarakan perkara, pasti saya usir," papar suami Sri Widyaningsih itu.
Baca juga: Pukat UGM Nilai Cara Pandang MA terhadap Korupsi Berubah Setelah Artidjo Pensiun
Artidjo memang tidak sekadar bicara soal integritas. Ia menjadi bukti seorang penegak hukum yang berintegritas, sehingga masyarakat mencalonkannya sebagai hakim agung.