Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak, Ini 4 Studi Terbaru Virus Corona yang Telah Dipublikasikan

Kompas.com - 08/02/2021, 12:06 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lebih dari satu tahun pandemi, misteri seputar virus corona secara perlahan berhasil diungkap oleh para ilmuwan dunia.

Pengungkapan misteri Covid-19 ini sangat penting untuk mendukung obat, vaksin, dan langkah pencegahan yang harus diambil.

Hingga Minggu (7/2/2021) pukul 12.00 WIB, berdasarkan data Worldometers, virus corona telah menginfeksi lebih dari 106 juta orang, 2,3 juta di antaranya meninggal dunia.

Baca juga: Kisah di Balik APD Fashionable yang Viral di Medsos...

Dalam beberapa hari terakhir, sederet studi baru terkait Covid-19 berhasil diungkap oleh para ilmuwan. Berikut daftarnya:

1. Keterkaitan gejala dengan tingkat keparahan

Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti Rumah Sakit Universitario de La Princes, Madrid menemukan, pasien Covid-19 dengan gejala sakit kepala memiliki tingkat keparahan lebih ringan dan risiko kematian lebih rendah.

Studi yang dipublikasikan di European Journal of Neurology itu melibatkan pasien Covid-19 dengan pneumonia yang dirawat di rumah sakit pada Maret 2020.

Sementara itu, studi kasus kontrol melibatkan dua kelompok, yaitu pasien Covid-19 dengan dan tanpa sakit kepala.

Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?

Dari 369 pasien Covid-19 yang diteliti, 13 persen mengalami sakit kepala. Dari jumlah itu, 62 persen adalah laki-laki dengan usia rata-rata 57 tahun.

Hal ini menunjukkan, orang yang lebih muda dan mereka yang memiliki penyakit penyerta kemungkinan mengalami sakit kepalanya lebih kecil.

Selain itu, sakit kepala juga dapat bermanifestasi pada pasien dengan latar belakang yang lebih sehat.

Baca juga: Viral Obat Sakit Kepala Untuk Rebus dan Bikin Empuk Daging, Apa Bahayanya?

2. Respons kekebalan

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cell Reports Medicine menemukan, seseorang yang terinfeksi Covod-19 kemungkinan mengandalkan antibodi yang terbentuk dari virus corona sebelumnya.

"Hasil kami menunjukkan virus Covid-19 dapat membangkitkan respons antibodi yang ada pada manusia sebelum pandemi saat ini," ujar penulis studi dari Translational Genomics Research Institute (TGen) di AS, John Altin.

"(Ini) berarti mungkin sudah memiliki kekebalan yang ada sebelumnya terhadap virus ini," tambahnya.

Baca juga: Pemerintah Izinkan Seluruh RS Layani Pasien Covid-19, Simak Infonya di Sini!

Dalam studinya, peneliti menggunakan PepSeq, sebuah alat yang digunakan untuk memetakan respons antibodi tubuh terhadap semua virus corona yang menginfeksi manusia.

Dengan membandingkan cara antibodi bereaksi terhadap virus corona yang berbeda tersebut, para peneliti menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat memicu antibodi sistem kekebalan yang awalnya dihasilkan sebagai respons terhadap infeksi virus corona sebelumnya.

Mereka menyebut, reaktivitas silang dengan antibodi ini terjadi di dua tempat di protein SARS-CoV-2 Spike (S), yang memungkinkan virus masuk dan menginfeksi sel manusia.

Baca juga: Setelah Larang WNA dari 20 Negara, Arab Saudi Juga Keluarkan Aturan Baru soal Covid-19, Apa Saja?

3. Gejala baru virus corona

Gejala baru virus corona kembali muncul, kali ini berupa kelainan pada lidah yang disebut Covid Tongue.

Dalam studi tersebut, para peneliti mengobservasi 666 pasien Covid-19 dengan gejala pneumonia ringan atau sedang di rumah sakit Spanyol.

Mereka menemukan, satu dari setiap empat pasien yang diobservasi mengalami gejala "covid tongue".

Bentuk kelainan pada lidah yang dialami pasien pun beragam, seperti pembengkakan, sariawan, bintil-bintil pada permukaan lidah, serta lekukan atau bercak-bercak.

Sayangnya, para peneliti belum bisa memastikan apakah covid tongue adalah gejala Covid-19 yang umum atau tidak.

Baca juga: Ahli Sebut Masalah Lidah dan Mulut Bisa Jadi Gejala Baru Covid-19

4. Waktu pulih anosmia akibat Covid-19

Anosmia atau hilangnya kemampuan untuk mencium bau merupakan gejala yang paling umum dirasakan pasien Covid-19.

Meski demikian, para peneliti sejauh ini belum mengetahui secara lengkap bagaimana infeksi Covid-19 memengaruhi kemampuan mencium.

Dalam sebuah studi menunjukkan, 72 persen pasien virus corona yang mengalami anosmia menemukan kembali kemampuan indera penciumannya setelah sebulan berlalu.

Baca juga: Tak Hanya Lebih Menular, Varian Baru Virus Corona Inggris Disebut Lebih Mematikan

Hal serupa juga ditemukan oleh para konsultan THT di St Thomas’ Hospital, Inggris.

Dari 202 pasien yang diamati, 49 persen mendapatkan indera penciuman mereka pulih total dalam waktu sebulan, sedangkan 41 persen lainnya melaporkan adanya peningkatan kondisi.

Kendati demikian, ada juga sejumlah pasien yang mengalami anosmia serius dan membutuhkan waktu pulih lebih lama.

Baca juga: Berikut Kelompok yang Tidak Boleh Disuntik Vaksin Covid-19

(Sumber: Kompas.com/Mela Arnani, Nur Fitriatus Shalihah, Shierine Wangsa Wibawa | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary, Rizal Setyo Nugroho, Shierine Wangsa Wibawa)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 9 Syarat Penerima vaksin Covid-19 di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com