Ia mengisahkan, awalnya, sepupu Billy hanya merasa lemas dan tidak ada gejala yang parah. Pada 17 Desember 2020, pasien itu dibawa ke sebuah rumah sakit swasta di Jakarta.
Dari hasil CT scan paru dan cek lab, ternyata sepupunya itu sudah mengalami pneumonia yang cukup parah (dibuktikan dengan hasil bercak putih khas pneumonia di paru-paru).
Selain itu, ada indikasi bisa mengalami gagal napas jika tidak segera dilakukan tindakan medis.
Saturasi oksigen pasien itu sempat turun ke 84 (normal: 95-98) dan bahkan memburuk sampai ke angka 77.
Billy mengatakan, saat itu mereka kesulitan mencari rumah sakit karena kapasitas rumah sakit di Jakarta hampir penuh.
"Untuk rumah sakit sendiri, kapasitas sangat penuh di bulan Desember sehingga dari pihak keluarga sempat kesulitan untuk mencari rumah sakit yang memiliki ruangan dan ICU," ujar dia.
Akhirnya, pasien tersebut menjalani perawatan di dua rumah sakit swasta berbeda, mulai 17 Desember 2020 hingga 4 Januari 2021.
"Masing-masing biayanya Rp 416 juta dan Rp 81 juta dengan total Rp 497 juta," kata dia.
Billy menjelaskan, berdasarkan pengalaman dia dan teman-temannya, rata-rata pengobatan Covid-19 di rumah sakit dengan rentang waktu 1-2 minggu menghabiskan biaya Rp 80 juta sampai Rp 200 juta.
Biaya itu belum termasuk obat-obatan yang digunakan.
"Kasus Beliau (sepupu Billy) sangat besar nilainya, karena beliau mendapatkan obat IViG (Privigen) untuk menguatkan imun selama 5 hari pemakaian dengan biaya sebesar 287 juta," kata Billy.
Ia menyebutkan, ada beberapa rumah sakit yang membebaskan biaya pengobatan Covid-19 dan dijamin oleh pemerintah.
"Tapi ini tidak semua rumah sakit dan khusus untuk obat-obatan khusus darurat, pasien masih harus membayar biayanya sendiri di muka," kata dia.
Billy juga menjelaskan, biaya pengobatan yang hampir Rp 500 juta itu tidak dibayar dengan uang pribadi pasien, tetapi dibayar oleh asuransi.
Saat ini, pasien tersebut sedang dalam proses pemulihan di rumah setelah hasil swab menunjukkan hasil negatif.