KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana mengirimkan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) beserta saksi ke ruang perawatan atau isolasi pasien Covid-19.
Langkah ini dilakukan demi memenuhi hak setiap warga negara agar bisa menyampaikan suaranya dalam Pilkada serentak 2020.
Informasi ini diunggah dalam berbagai akun media sosial KPU, salah satunya di Twitter @KPU_ID, pada Rabu (2/12/2020).
Informasi itu mendapat lebih dari 2.100 komentar yang sebagian besar menyatakan ketidaksetujuannya. Misalnya, salah satu komentar yang dituliskan akun @Shandya.
"Di sini kami paham bahwa pemerintah tidak memedulikan hak masyarakat untuk hidup karena mereka hanya menilai kami sebagai komoditas berembel2 hak suara," tulis dia.
Baca juga: Perludem Soroti Rencana KPU Kirim Petugas ke RS untuk Fasilitasi Pemilih Covid-19
Halo #TemanPemilih, setiap suara sangat berarti. Prinsip ini jg yg melatarbelakangi KPU untuk memastikan hak pilih pasien Covid-19 dan rawat inap ttp dpt gunakan hak pilihnya di 9 Desember nanti. Petugas dan saksi datang menggunakan APD. Ingat 7 Hari Lagi ya.#KPUMelayani pic.twitter.com/zr4ynyGCQy
— KPU RI (@KPU_ID) December 2, 2020
Sebenarnya, seberapa tinggi urgensi hak menyampaikan suara yang dimiliki seorang warga negara? Adakah toleransi ketika kondisi pandemi?
Pengamat politik sekaligus pendiri Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menyebut hak menyampaikan suara tidak bisa dihilangkan dengan alasan apa pun.
"Setiap warga negara tidak boleh kehilangan hak pilihnya atas dasar apa pun yang tidak dibenarkan oleh UU. Dengan begitu, siapa pun dan dalam kondisi apa pun, negara wajib memfasilitasi hak itu," kata Ray saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/12/2020).
Baca juga: KPU: Petugas KPPS Akan Datangi Pasien Covid-19 Bersama Satgas
Kali ini, dalam kasus Covid-19, cara yang akan ditempuh KPU yakni mengirimkan sejumlah petugas untuk mendatangi pasien. Para pasien akan diberi kesempatan memungut suara secara langsung di ruang perawatan maupun isolasi.
Namun, cara itu dinilai banyak pihak terlalu berisiko, termasuk Ray.
"Saya kira itu kurang tepat juga, penuh risiko," sebutnya.
Daripada melakukan pemungutan suara yang membahayakan, Ray pun memberikan sejumlah opsi yang bisa diambil oleh penyelenggara Pilkada 2020. Menurutnya, opsi tersebut tidak akan mengurangi keabsahan dan asas-asas pokok dalam pemilu.
"Ada banyak cara yang bisa ditempuh. Satu, bisa via pos seperti yang dilakukan pada WNI di luar negeri. Dua melalui elektronik," ujar Ray.
Dengan elektronik, Ray menyebut pemilih bisa menyalurkan suaranya hanya dengan menekan nomor calon kepala daerah, kemudian suaranya langsung masuk ke basis perhitungan suara KPU.
"Yang ketiga disampaikan melalui petugas kesehatan yang dicatat oleh petugas KPPS, keempat disampaikan melalui keluarganya," lanjut Ray.
Baca juga: Jelang Pemungutan Suara, Bertambah Jumlah Daerah Penyelenggara Pilkada Berstatus Zona Merah