Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimbang Risiko Petugas KPPS Jemput Suara Pasien Covid-19 pada Pilkada 2020

Kompas.com - 05/12/2020, 13:03 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana mengirimkan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) beserta saksi ke ruang perawatan atau isolasi pasien Covid-19.

Langkah ini dilakukan demi memenuhi hak setiap warga negara agar bisa menyampaikan suaranya dalam Pilkada serentak 2020.

Informasi ini diunggah dalam berbagai akun media sosial KPU, salah satunya di Twitter @KPU_ID, pada Rabu (2/12/2020).

Informasi itu mendapat lebih dari 2.100 komentar yang sebagian besar menyatakan ketidaksetujuannya. Misalnya, salah satu komentar yang dituliskan akun @Shandya.

"Di sini kami paham bahwa pemerintah tidak memedulikan hak masyarakat untuk hidup karena mereka hanya menilai kami sebagai komoditas berembel2 hak suara," tulis dia.

Baca juga: Perludem Soroti Rencana KPU Kirim Petugas ke RS untuk Fasilitasi Pemilih Covid-19

Sebenarnya, seberapa tinggi urgensi hak menyampaikan suara yang dimiliki seorang warga negara? Adakah toleransi ketika kondisi pandemi?

Sisi politik

Pengamat politik sekaligus pendiri Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menyebut hak menyampaikan suara tidak bisa dihilangkan dengan alasan apa pun.

"Setiap warga negara tidak boleh kehilangan hak pilihnya atas dasar apa pun yang tidak dibenarkan oleh UU. Dengan begitu, siapa pun dan dalam kondisi apa pun, negara wajib memfasilitasi hak itu," kata Ray saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/12/2020).

Baca juga: KPU: Petugas KPPS Akan Datangi Pasien Covid-19 Bersama Satgas

Kali ini, dalam kasus Covid-19, cara yang akan ditempuh KPU yakni mengirimkan sejumlah petugas untuk mendatangi pasien. Para pasien akan diberi kesempatan memungut suara secara langsung di ruang perawatan maupun isolasi.

Namun, cara itu dinilai banyak pihak terlalu berisiko, termasuk Ray.

"Saya kira itu kurang tepat juga, penuh risiko," sebutnya.

Daripada melakukan pemungutan suara yang membahayakan, Ray pun memberikan sejumlah opsi yang bisa diambil oleh penyelenggara Pilkada 2020. Menurutnya, opsi tersebut tidak akan mengurangi keabsahan dan asas-asas pokok dalam pemilu.

"Ada banyak cara yang bisa ditempuh. Satu, bisa via pos seperti yang dilakukan pada WNI di luar negeri. Dua melalui elektronik," ujar Ray.

Dengan elektronik, Ray menyebut pemilih bisa menyalurkan suaranya hanya dengan menekan nomor calon kepala daerah, kemudian suaranya langsung masuk ke basis perhitungan suara KPU.

"Yang ketiga disampaikan melalui petugas kesehatan yang dicatat oleh petugas KPPS, keempat disampaikan melalui keluarganya," lanjut Ray.

Baca juga: Jelang Pemungutan Suara, Bertambah Jumlah Daerah Penyelenggara Pilkada Berstatus Zona Merah

Dari sekian opsi yang ada, ia menyebut bisa dipilih yang paling memungkinkan untuk dilakukan.

"Dari sekian model itu dapat dipilih satu atau dua model skaligus, yang dianggap paling memungkinkan untuk pasien menggunakan haknya. Dan semua aktivitas ini legal, demokratis, selama dinyatakan dalam aturan," jelas Ray.

Ia meyakini, KPU masih mungkin untuk melakukan perbaikan sistem pemungutan suara di waktu yang tersisa.

"Saya kira, masih ada waktu bagi KPU untuk membuat kebijakan tenang metode pemberian suara bagi penderita positif covid 19," pungkas Ray.

Baca juga: Soal Masa Tenang Pilkada 2020, Ini Aturan dan Fokus dari Pengawas

Sisi kesehatan

Sementara itu dari sisi kesehatan, langkah yang akan diambil KPU dengan mengirimkan sejumlah petugas masuk ke ruang perawatan pasien Covid-19 juga tidak dibenarkan.

"Tentu tidak aman dan sangat berisiko, petugas kesehatan saja tertular kok, apalagi petugas KPPS, mereka ini kan tidak terlatih," kata Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, dikutip dari Kompas.com, Kamis (3/12/2020).

Potensi penularan besar terjadi ketika mereka tengah membuka atau mengganti pakaian yang digunakan.

Windu khawatir, mereka belum dilatih untuk bisa melepas APD dan berganti pakaian secara aman.

"Terutama yang paling hati-hati kan ketika membuka atau berganti pakaian. Saya khawatir para petugas tidak dilatih untuk itu," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman.

"Sebenarnya pelaksanaan Pilkada Serentak ini sangat berisiko tinggi, walaupun memakai APD. Dalam situasi yang belum terkendali ini, APD bukan jaminan, tidak ada jaminan," ungkap Dicky saat dihungi Kompas.com, Jumat (4/12/2020).

Sementara, untuk meminimalisir potensi terjadinya infeksi atau penularan, epidemiolog dari Universitas Diponegoro (Undip) Ari Udiyono memberikan sejumlah tips.

Baca juga: KPU Diminta Segera Distribusikan Logistik APD untuk Pilkada

Mulai dari disiplin mengenakan APD, baik petugas maupun pasien, kemudian berhati-hati ketika melepasnya sebelum bertemu dengan orang lain.

"Demikian juga peralatan yang dibawa, seperti kotak suara atau perlengkapan lain, baiknya menjalani proses sterilisasi sebelum digunakan oleh orang lain," kata Ari saat dihubungi, Jumat (4/12/2020).

Langkah lain yang bisa dipertimbangkan, apabila petugas mendatangi bukan hanya pasien Covid-19, maka pasien penyakit lain yang harus didahulukan untuk meminimalisir keterpaparan.

Terakhir, jika ruangan perawatan memungkinkan saksi untuk mengawasi pemungutan suara dari luar ruangan, maka mereka tidak perlu ikut masuk ke dalam ruangan demi meminimalisir risiko.

"Bila ruang isolasi itu dapat terlihat dari luar, sebaiknya tidak semua petugas masuk mendekat. Cukup diamati dari jendela kaca, seperti halnya bila kita melihat bayi yang berada di ruang perawatan bayi. Saya rasa dengan cara itu, saksi dapat mengawasi proses pemberian suara bagi para penderita," pungkas Ari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Jarang Diketahui, Termasuk Jerawatan

7 Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Jarang Diketahui, Termasuk Jerawatan

Tren
Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

Tren
Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com