Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Momentum Ini Berpotensi Membuat Covid-19 di Indonesia Melonjak, Apa Saja?

Kompas.com - 01/12/2020, 15:05 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi virus corona di Indonesia memasuki bulan ke-10 dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. 

Sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020, kasus virus corona harian justru terus meningkat. 

Data dari Pemerintah, dilaporkan ada 538.883 kasus positif Covid-19, sebanyak 16.945 orang meninggal dunia karena virus corona dan 450.518 pasien dinyatakan sembuh. 

Memasuki bulan Desember, sejumlah pihak merasa khawatir kasus infeksi akan kembali melonjak.

Sebab di bulan Desember terdapat beberapa hari libur dan kegiatan yang berpotensi menyebabkan kerumunan seperti Pilkada Serentak 2020. 

Baca juga: Epidemiolog: Kasus Corona di Indonesia Masih Akan Terus Naik, Ini Alasannya

Sangat berisiko

Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windu Purnomo menyebut, masyarakat Indonesia masih akan menjumpai sederet momentum yang memungkinkan terjadinya penularan.

Mulai dari Pilkada Serentak 9 Desember 2020, libur panjang akhir dan awal tahun, hingga pembukaan kembali sekolah di Januari 2021.

"Peristiwa-peristiwa itu jelas sangat berisiko meningkatkan penularan," kata Windu saat dihubungi, Selasa (1/12/2020).

Pihaknya pun memberikan sejumlah saran, khususnya kepada Pemerintah. Yaitu agar momentum-momentum yang sudah terjadwal tersebut dapat diantisipasi.

Sehingga tidak makin memperparah meningkatkan penyebaran virus corona penyebab Covid-19 di Indonesia.

1. Pilkada serentak

Pada momentum Pilkada Serentak, Windu menyarankan agar petugas yang ada di TPS harus berusia di bawah 60 tahun, tidak memiliki penyakit penyerta, bukan ibu hamil, dan harus melakukan uji PCR sebelumnya.

"Semua anggota KPPS/petugas di TPS harus dilakukan swab test (PCR/TCM) atau antigen test, bukan rapid test berbasis antibodi. Hanya yang hasilnya negatif yang diperbolehkan bertugas," jelas Windu.

Baca juga: Pilkada 9 Desember, Ini Sejumlah Protokol Kesehatan yang Diberlakukan

Bagi masyarakat pemilih, Windu menyebut semestinya yang diizinkan datang ke TPS hanya mereka yang berusia di bawah 59 tahun dan dalam kondisi sehat.

Sebaliknya, bagi masyarakat yang dalam kondisi kesehatan riskan harus dilarang untuk pergi ke TPS.

"Bagi mereka, seharusnya dijemput bola, didatangi oleh petugas ke tempat tinggalnya masing-masing dengan menggunakan APD (masker & faceshield)," ujar Windu.

Selain itu bagi pemilih yang tengah menjalani isolasi mandiri, karena positif Covid-19, sebaiknya hanya bisa mencoblos di tempat mereka melakukan isolasi dengan pendampingan petugas yang menggunakan APD lengkap, sesuai dengan keadaan di tempat.

2. Libur cuti bersama 

Sementara untuk libur akhir tahun, Windu menyarankan agar Pemerintah membatalkan cuti bersama dan menggantinya di waktu lain ketika pandemi sudah dapat dikendalikan.

Selain itu, pergerakan masyarakat juga harus dibatasi dengan ketat demi meminimalisir terjadinya penyebaran ke wilayah yang lebih luas.

"Terutama (pergerakan) dari dan ke kabupaten/kota berlevel merah-oranye," sebut Windu.

"Kalau terpaksa ada perjalanan karena alasan penting, si pejalan harus dilakukan tes swab (PCR/TCM) atau sekurangnya test antigen (bukan rapid test antibodi) dengan hasil negatif dengan batas berlaku maksimum 7 hari," lanjutnya.

Baca juga: Ahli Epidemiologi: Tempat Wisata dan Rumah Makan Rawan Penyebaran Covid-19 Saat Libur Cuti Bersama

3. Pembukaan sekolah

Adapun untuk terkait kegiatan sekolah yang rencananya akan kembali dibuka dengan tatap muka pada Januari 2021, Windu menyebut hal itu semestinya sama sekali belum boleh dilakukan.

Terutama pada wilayah yang masih ada di zona merah atau oranye.

"Sekolah seharusnya hanya bisa diaktifkan pada kabupaten kota berlevel kuning atau hijau, dengan ketentuan minimal berlevel kuning dalam 4 minggu berturut-turut," kata dia.

Jika pun nantinya akan benar-benar dibuka kembali, Windu menyebut alur yang benar adalah memulainya dari tingkatan yang paling tinggi, yakni setingkat SMA, baru kemudian diikuti level di bawahnya.

"Dan dievaluasi minimal setelah 4 minggu. Bila hasil evaluasi baik baru bisa diikuti membuka level SMP, yang diikuti evaluasi minimum 2 minggu dan bila hasilnya baik bisa diikuti pembukaan tingkat SD," jelasnya.

Apabila sampai muncul klaster penularan di salah satu sekolah, Windu menyarankan semua sekolah yang ada di wilayah tersebut harus segera ditutup kembali.

Semua itu tentu diperlukan untuk meminimalisir terjadinya penyebaran kasus infeksi yang meluas.

"Semua hal di atas tetap dibarengi dengan disiplin 100 persen mematuhi protokol kesehatan 3M, dengan pengawasan ketat dari pemerintah daerah dan pusat. Pelanggaran protokol kesehatan, terutama dalam menjaga jarak, harus diberi sanksi yang tegas yang mampu membuat jera," jelasnya.

Baca juga: Soal Pembukaan Sekolah, FSGI Sebut Pemerintah Pusat Tidak Boleh Lepas Tangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com