Sementara itu, Pemerintah NTT meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk mengkaji kembali RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Baca juga: Hasil Otopsi Kucing Viral Positif Dicekoki Ciu, Ini Bahaya Alkohol pada Hewan
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT Marius Ardu Jelamu mengatakan, RUU dinilai merugikan masyarakat dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya.
"Saya yakin RUU ini pasti akan ditolak oleh masyarakat luas, terutama oleh masyarakat yang selama ini menjadikan itu sebagai potensi ekonomi dan budaya," ujar Marius, 13 November 2020.
Dengan tegas, aturan ini disebutkan tak bisa diterapkan di NTT, dikarenakan sopi (minuman alkohol tradisional) telah menjadi budaya masyarakat.
Menurutnya, RUU dapat saja diterima masyarakat jika negara memberi jaminan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Sebagai tambahan informasi, minuman tradisional dari NTT, sopi, masuk dalam daftar yang dilarang pada RUU.
Baca juga: Pemprov NTT: RUU Larangan Minuman Beralkohol Pasti Akan Ditolak Masyarakat
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyampaikan, RUU Larangan Minuman Beralkohol belum diperlukan, sehingga harus dipertimbangkan urgensi dibuatnya RUU ini.
Menurut dia, jika diatur terlalu ketat, minuman alkohol akan sangat sulit dijangkau dan berpotensi memunculkan oknum peracik alkohol secara ilegal.
"Kalau minuman beralkohol ini terlalu ketat peraturannya sehingga sangat sulit terjangkau justru menimbulkan munculnya pihak yang nakal yang melakukan pengoplosan alkohol ilegal atau bahkan meracik sendiri. Jadi harus betul-betul dipertimbangkan lagi," tutur Sahroni.
Menurut dia, yang diperlukan adalah ketentuan terkait minuman beralkohol, seperti larangan mengonsumsinya bagi orang berusia di bawah 21 tahun.
Baca juga: Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol, Wakil Ketua Komisi III Khawatirkan Maraknya Oplosan
Dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol), produsen hingga penjual minuman beralkohol terancam pidana 10 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar.
Diberitakan sebelumnya, dalam pasal 18 hingga 21 Bab IV tentang Ketentuan Pidana dalam draf RUU Larangan Minol menyebutkan, mereka yang melanggar aturan memproduksi, memasukkan, menyimpan, dan/atau mengedarkan minuman beralkohol akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama 10 tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara, masyarakat yang mengonsumsi minuman beralkohol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp 50.000.000.
Jika pelanggaran mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dipidana dengan pidana pokok ditambah satu pertiga.
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol: Masyarakat yang Konsumsi Terancam Pidana hingga 2 Tahun