Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Pasal 6 UU Cipta Kerja, Pukat UGM Sebut Bisa Dibatalkan

Kompas.com - 03/11/2020, 14:15 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja telah resmi diundangkan setelah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (2/11/2020).

Diberitakan Kompas.com, Senin (2/11/2020) UU tersebut secara resmi kini bernama UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Naskah resmi UU tersebut terdiri dari 1.187 halaman.

Sebelum ditandatangani oleh Jokowi, beredar banyak versi draf UU Cipta Kerja yang membuat bingung masyarakat. Draf yang beredar antara lain versi 905 halaman, 1.035 halaman, dan 802 halaman.

Ketiadaan versi final ini disebut karena draf UU Cipta Kerja masih dalam perbaikan dari kesalahan ketik.

Diberitakan Kompas.com, 8 Oktober 2020, setelah disahkan pada 5 Oktober 2020, Badan Legislasi (Baleg) DPR masih terus memperbaiki draf UU Cipta Kerja agar tidak ada kesalahan seperti penempatan titik, koma, atau huruf.

Baca juga: UU Cipta Kerja Resmi Berlaku, Ini Sejumlah Pasal yang Disoroti Pekerja

Masih ada kesalahan

Namun, setelah ditandatangani oleh Jokowi, ternyata masyarakat masih menemukan kesalahan dalam naskah final UU Cipta Kerja yang telah diunggah di laman Kementerian Sekretariat Negara (Setneg).

Salah satu warganet yang menemukan kesalahan dalam naskah final UU Cipta Kerja adalah akun Twitter @Abaaah yang mengunggah tangkapan layar UU Cipta Kerja beserta keterangan sebagai berikut.

Akun tersebut mengatakan, kesalahan itu terdapat dalam Pasal 6 UU Cipta Kerja yang merujuk ke Pasal 5 ayat (1) huruf a, padahal pasal 5 tidak memiliki ayat satu pun.

Kesalahan itu menjadi ramai diperbincangkan oleh warganet Twitter dan "Pasal 5" menjadi trending topic di Twitter Indonesia hingga Selasa (3/11/2020) pukul 12.49 WIB.

Hingga berita ini dibuat, twit dari @Abaaah telah mendapat likes 1,9 ribu dan ritwit 1,5 ribu.

Pasal yang tidak jelas

Menanggapi soal Pasal 5 dan 6 UU Cipta Kerja yang ramai diperbincangkan publik, peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengatakan, pasal tersebut memang memiliki ketidakjelasan terkait ketentuan mana yang dimaksud.

Dalam pasal 6 UU Cipta Kerja, tertulis "peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:"

Sementara dalam pasal 5 tertulis sebagai berikut, "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait."

"Sehingga menimbulkan kebingungan. Bagaimana cara memahami Pasal 6 itu? dan tentu saja saya yakin tidak ada yang bisa menjawab maksud Pasal 6. Karena di pasal rujukannya tidak ada," kata Oce saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2020).

"Artinya memang di undang-undang itu ada kesalahan-kesalahan. Tentu saja kalau dalam persepsi hukum, pasal itu akan dianggap sebagai pasal yang tidak jelas maksudnya apa," imbuhnya.

Menurut Oce, pasal-pasal semacam itu sudah bisa dipastikan akan dibatalkan bila diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui mekanisme judicial review.

Baca juga: Apa Itu Omnibus Law Cipta Kerja, Isi, dan Dampaknya bagi Buruh?

Kekacauan hukum

Oce juga mengatakan, karena UU Cipta Kerja sudah diundangkan, yang artinya berlaku dan mengikat banyak orang, maka ketidakjelasan makna dalam pasal-pasal tertentu akan memberi konsekuensi berupa ketidakpastian dan kekacauan hukum.

"Kalau mengharapkan ini akan direvisi, sepertinya tidak akan dilakukan. Menurut saya cara satu-satunya membatalkan pasal-pasal itu di Mahkamah Konstitusi tentunya. Menurut saya itu sangat potensial dibatalkan di MK, karena enggak jelas memang maksudnya apa," kata Oce.

Selain Pasal 5 dan 6 yang sudah jelas memiliki ketidakjelasan makna, Oce mengatakan, bisa jadi nantinya akan ditemukan pasal-pasal lain yang memiliki permasalahan serupa.

"Mungkin ada di bagian lain, di mana dia merujuk ke satu ketentuan tapi ketentuan itu enggak ada misalnya," ujar dia.

Oce berharap, pasal-pasal bermasalah seperti Pasal 5 dan 6 harus dimohonkan ke MK untuk dilakukan judicial review, agar bisa dinilai keabsahannya.

Dia menjelaskan, jika nantinya pasal-pasal bermasalah dalam UU Cipta Kerja dibatalkan oleh MK, maka pasal-pasal itu akan dianggap tidak ada atau tidak berlaku.

"Kalau itu dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, karena enggak jelas isinya, maka bisa saja Pasal 6 dan Pasal 5, atau pasal yang terkait dengan Pasal 6 bisa saja semuanya dibatalkan. Karena memunculkan ketidakpastian hukum," kata Oce.

"Prinsip kepastian hukum adalah prinsip konstitusi. Dalam banyak perkara, MK menggunakan prinsip itu. Jadi hukum tidak boleh mengambang apalagi tidak jelas seperti itu (Pasal 6 dan 5)," imbuhnya.

Baca juga: Istana Sebut Salah Ketik di UU Cipta Kerja hanya Masalah Administrasi

Masalah administrasi

Menanggapi soal pasal 5 dan pasal 6 UU Cipta Kerja yang viral, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, kekeliruan pengetikan dalam Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hanya sebatas permasalahan administrasi.

Pihaknya memastikan kesalahan pengetikan itu tidak memengaruhi implementasi UU Cipta Kerja.

"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).

Dia menambahkan, sedianya setelah menerima berkas RUU Cipta Kerja dari DPR, Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan peninjauan dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis.

Kementerian Sekretariat Negara juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya.

"Kekeliruan teknis ini menjadi catatan dan masukan bagi kami untuk terus menyempurnakan kendali kualitas terhadap RUU yang hendak diundangkan agar kesalahan teknis seperti ini tidak terulang lagi," jelas dia.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pajak Makanan Dibayar Restoran atau Pembeli? Ini Penjelasan Ekonom

Pajak Makanan Dibayar Restoran atau Pembeli? Ini Penjelasan Ekonom

Tren
Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Tren
Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Tren
Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Tren
Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Tren
Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Tren
Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

Tren
Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com