Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramai soal Pasal 6 UU Cipta Kerja, Pukat UGM Sebut Bisa Dibatalkan

KOMPAS.com - Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja telah resmi diundangkan setelah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (2/11/2020).

Diberitakan Kompas.com, Senin (2/11/2020) UU tersebut secara resmi kini bernama UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Naskah resmi UU tersebut terdiri dari 1.187 halaman.

Sebelum ditandatangani oleh Jokowi, beredar banyak versi draf UU Cipta Kerja yang membuat bingung masyarakat. Draf yang beredar antara lain versi 905 halaman, 1.035 halaman, dan 802 halaman.

Ketiadaan versi final ini disebut karena draf UU Cipta Kerja masih dalam perbaikan dari kesalahan ketik.

Diberitakan Kompas.com, 8 Oktober 2020, setelah disahkan pada 5 Oktober 2020, Badan Legislasi (Baleg) DPR masih terus memperbaiki draf UU Cipta Kerja agar tidak ada kesalahan seperti penempatan titik, koma, atau huruf.

Masih ada kesalahan

Namun, setelah ditandatangani oleh Jokowi, ternyata masyarakat masih menemukan kesalahan dalam naskah final UU Cipta Kerja yang telah diunggah di laman Kementerian Sekretariat Negara (Setneg).

Salah satu warganet yang menemukan kesalahan dalam naskah final UU Cipta Kerja adalah akun Twitter @Abaaah yang mengunggah tangkapan layar UU Cipta Kerja beserta keterangan sebagai berikut.

Kesalahan itu menjadi ramai diperbincangkan oleh warganet Twitter dan "Pasal 5" menjadi trending topic di Twitter Indonesia hingga Selasa (3/11/2020) pukul 12.49 WIB.

Hingga berita ini dibuat, twit dari @Abaaah telah mendapat likes 1,9 ribu dan ritwit 1,5 ribu.

Pasal yang tidak jelas

Menanggapi soal Pasal 5 dan 6 UU Cipta Kerja yang ramai diperbincangkan publik, peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengatakan, pasal tersebut memang memiliki ketidakjelasan terkait ketentuan mana yang dimaksud.

Dalam pasal 6 UU Cipta Kerja, tertulis "peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:"

Sementara dalam pasal 5 tertulis sebagai berikut, "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait."

"Sehingga menimbulkan kebingungan. Bagaimana cara memahami Pasal 6 itu? dan tentu saja saya yakin tidak ada yang bisa menjawab maksud Pasal 6. Karena di pasal rujukannya tidak ada," kata Oce saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2020).

"Artinya memang di undang-undang itu ada kesalahan-kesalahan. Tentu saja kalau dalam persepsi hukum, pasal itu akan dianggap sebagai pasal yang tidak jelas maksudnya apa," imbuhnya.

Menurut Oce, pasal-pasal semacam itu sudah bisa dipastikan akan dibatalkan bila diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui mekanisme judicial review.

Kekacauan hukum

Oce juga mengatakan, karena UU Cipta Kerja sudah diundangkan, yang artinya berlaku dan mengikat banyak orang, maka ketidakjelasan makna dalam pasal-pasal tertentu akan memberi konsekuensi berupa ketidakpastian dan kekacauan hukum.

"Kalau mengharapkan ini akan direvisi, sepertinya tidak akan dilakukan. Menurut saya cara satu-satunya membatalkan pasal-pasal itu di Mahkamah Konstitusi tentunya. Menurut saya itu sangat potensial dibatalkan di MK, karena enggak jelas memang maksudnya apa," kata Oce.

Selain Pasal 5 dan 6 yang sudah jelas memiliki ketidakjelasan makna, Oce mengatakan, bisa jadi nantinya akan ditemukan pasal-pasal lain yang memiliki permasalahan serupa.

"Mungkin ada di bagian lain, di mana dia merujuk ke satu ketentuan tapi ketentuan itu enggak ada misalnya," ujar dia.

Oce berharap, pasal-pasal bermasalah seperti Pasal 5 dan 6 harus dimohonkan ke MK untuk dilakukan judicial review, agar bisa dinilai keabsahannya.

Dia menjelaskan, jika nantinya pasal-pasal bermasalah dalam UU Cipta Kerja dibatalkan oleh MK, maka pasal-pasal itu akan dianggap tidak ada atau tidak berlaku.

"Kalau itu dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, karena enggak jelas isinya, maka bisa saja Pasal 6 dan Pasal 5, atau pasal yang terkait dengan Pasal 6 bisa saja semuanya dibatalkan. Karena memunculkan ketidakpastian hukum," kata Oce.

"Prinsip kepastian hukum adalah prinsip konstitusi. Dalam banyak perkara, MK menggunakan prinsip itu. Jadi hukum tidak boleh mengambang apalagi tidak jelas seperti itu (Pasal 6 dan 5)," imbuhnya.

Masalah administrasi

Menanggapi soal pasal 5 dan pasal 6 UU Cipta Kerja yang viral, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, kekeliruan pengetikan dalam Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hanya sebatas permasalahan administrasi.

Pihaknya memastikan kesalahan pengetikan itu tidak memengaruhi implementasi UU Cipta Kerja.

"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).

Dia menambahkan, sedianya setelah menerima berkas RUU Cipta Kerja dari DPR, Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan peninjauan dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis.

Kementerian Sekretariat Negara juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya.

"Kekeliruan teknis ini menjadi catatan dan masukan bagi kami untuk terus menyempurnakan kendali kualitas terhadap RUU yang hendak diundangkan agar kesalahan teknis seperti ini tidak terulang lagi," jelas dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/03/141500865/ramai-soal-pasal-6-uu-cipta-kerja-pukat-ugm-sebut-bisa-dibatalkan

Terkini Lainnya

Mengenal Hutan Hujan dan Mengapa Keberadaannya Sangat Penting bagi Masyarakat Global

Mengenal Hutan Hujan dan Mengapa Keberadaannya Sangat Penting bagi Masyarakat Global

Tren
Rekrutmen Bersama BUMN 2024, Peserta Hanya Bisa Unduh Safe Exam Browser via Laptop

Rekrutmen Bersama BUMN 2024, Peserta Hanya Bisa Unduh Safe Exam Browser via Laptop

Tren
Jejak Prabowo di Pilpres, Akhirnya Jadi Presiden Usai 3 Kali Kalah

Jejak Prabowo di Pilpres, Akhirnya Jadi Presiden Usai 3 Kali Kalah

Tren
Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Tren
Prabowo-Gibran Resmi Ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Prabowo-Gibran Resmi Ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Tren
Sejarah Olimpiade yang Saat Ini Jadi Kompetisi Olahraga Terbesar di Dunia

Sejarah Olimpiade yang Saat Ini Jadi Kompetisi Olahraga Terbesar di Dunia

Tren
Viral, Video Perempuan Paksa Minta Uang ke Warga, Ini Kata Sosiolog

Viral, Video Perempuan Paksa Minta Uang ke Warga, Ini Kata Sosiolog

Tren
Profil Chandrika Chika, Selebgram yang Terjerat Kasus Narkoba

Profil Chandrika Chika, Selebgram yang Terjerat Kasus Narkoba

Tren
Siomai dan Pempek Jadi Jajanan Kaki Lima Terbaik Dunia 2024

Siomai dan Pempek Jadi Jajanan Kaki Lima Terbaik Dunia 2024

Tren
Mengenal Apa Itu Lemak, Berikut Manfaat dan Pengaruh Negatifnya

Mengenal Apa Itu Lemak, Berikut Manfaat dan Pengaruh Negatifnya

Tren
Memahami Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024?

Memahami Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Sebagian Kota Besar di China Terancam Tenggelam pada 2120

Penelitian Ungkap Sebagian Kota Besar di China Terancam Tenggelam pada 2120

Tren
LINK Live Streaming Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Mulai Pukul 10.00 WIB

LINK Live Streaming Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Mulai Pukul 10.00 WIB

Tren
Ramai soal Lowker untuk Lansia, Praktisi Apresiasi sebagai Pemberdayaan Strategis dan Inklusif

Ramai soal Lowker untuk Lansia, Praktisi Apresiasi sebagai Pemberdayaan Strategis dan Inklusif

Tren
Profil Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal di Usia 96 Tahun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke