Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lautan Es Arktik Berada pada Rekor Terendah Oktober 2020

Kompas.com - 29/10/2020, 19:13 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lautan es di Kutub Utara berada pada rekor terendah untuk Oktober 2020 karena kondisi air laut yang menghangat dan menghambat pemulihan es.

Kondisi itu diungkap oleh para peneliti Denmark pada Rabu (28/10/2020).

Menipisnya lautan es merupakan peringatan akan pemanasan global parah yang melanda Arktik.

Sejak 1990-an, pemanasan di Kutub Utara berlangsung dua kali lebih cepat dibandingkan belahan Bumi lainnya.

Fenomena yang disebut 'amplifikasi Arktik' itu menyebabkan udara, es, dan air berinteraksi secara kuat.

"Tingkat es di laut Arktik Oktober akan menjadi yang terendah dalam catatan, sedangkan tingkat pertumbuhan es laut lebih lambat dari biasanya," kata ilmuwan di Institut Meteorologi Denmark (DMII) Rasmus Tonboe, dikutip dari AFP, Rabu (28/10/2020).

Menurut data satelit yang digunakan institut tersebut, luas permukaan es laut berada pada 6,5 juta klimeter persegi pada 27 Oktober 2020.

Baca juga: Misi Penelitian Terbesar di Kutub Utara Berakhir, Ini Temuan Ilmuwan

Setiap tahunnya, sebagian es yang terbentuk di perairan Arktik mencair di musim panas.

Pada titik terendah biasanya berada pada angka sekitar 5 juta kilometer persegi, tetapi kemudian terbentuk kembali menjadi 15 juta kilometer persegi pada musim dingin.

Suhu yang lebih hangat saat ini mengurangi tingkat musim panas dan musim dingin dari es.

Data satelit telah dikumpulkan untuk memantau es dengan tepat sejak 1979 yang kecenderungan penurunannya terlihat jelas.

Untuk bulan Oktober, pengukuran menunjukkan tren penurunan es 8,2 persen selama 10 tahun terakhir.

Pada September 2020, para peneliti mencatat tingkat terendah kedua dari es laut yang tercatat di Kutub Utara, meski tak sampai pada tingkit terendah, seperti pada 2012.

Akan tetapi, air laut yang lebih hangat dari biasanya memperlambat pembentukan es baru di bulan Oktober.

Sementara itu, suhu air di bagian timur Kutub Utara, dua hingga empat derajat lebih hangat dari biasanya dan satu hingga dua derajat lebih hangat di Teluk Baffin.

Menurut DMII, kondisi ini mengikuti tren yang diamati dalam beberapa tahun terakhir dan digambarkan sebagai 'lingkaran setan'.

Baca juga: Mikroplastik Ditemukan di Salju Kutub Utara, Kok Bisa?

"Ini tren yang kami lihat beberapa tahun terakhir. Musim perairan terbuka yang lebih lama membuat matahari menghangatkan laut untuk waktu lebih lama dan menghasilkan musim dingin yang lebih pendek, sehingga es tidak tumbuh setebal dulu," kata Tonboe.

Karena es yang mencair sudah ada di lautan, hal itu tidak secara langsung berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.

Namun saat es menghilang, sinar matahari terserap ke lautan dan membantu menghangatkan Bumi lebih jauh.

Jadi, dengan lebih sedikit es yang memantulkan sinar matahari, lautan akan menjadi panas secara langsung.

Selama 40 tahun terakhir, Arktik juga menjadi kepentingan strategis bagi kekuatan dunia.

Wilayah ini juga diperkirakan menampung 13 persen cadangan minyak dunia dan 30 persen cadangan gas alam yang belum ditemukan.

Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim (PIK) Jerman mengatakan, di bawah tingkat CO2 di atmosfer saat ini, pencairan es laut Arktik akan meningkatkan suhu global sebesar 0,2 derajat celcius.

Baca juga: Pecahkan Rekor, Suhu Siberia Terpanas Sepanjang Sejarah Kutub Utara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Tren
Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Tren
KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

Tren
5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

Tren
Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Tren
12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

Tren
Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Tren
Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Tren
Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Tren
Kata 'Duit' Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Kata "Duit" Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Tren
Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Tren
Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Tren
Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tren
Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Tren
Inilah Alasan Harga BBM dan Tarif Listrik Juni Masih Sama dengan Mei 2024

Inilah Alasan Harga BBM dan Tarif Listrik Juni Masih Sama dengan Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com