Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misi Penelitian Terbesar di Kutub Utara Berakhir, Ini Temuan Ilmuwan

Kompas.com - 17/10/2020, 07:20 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Para peneliti dalam misi terbesar dunia ke Kutub Utara telah kembali ke dermaga pada Senin (12/10/2020) dengan membawa bukti kehancuran Samudera Arktik.

Kapal Polarstern milik Alfred Wegener Institute, Jerman akan kembali ke pelabuhan Bremerhaven setelah menhabiskan 389 hari untuk menjelajahi Arktik.

Dalam misi itu, ratusan ilmuwan dari 20 negara mengumpulkan informasi penting tentang efek pemanasan global di wilayah tersebut.

Mereka telah melihat secara langsung efek dramatis dari pemanasan global terhadap es di kawasan yang dianggap sebagai pusat perubahan iklim itu.

"Kami menyaksikan bagaimana lautan Arktik sekarat. Kami melihat proses ini tepat di luar jendela kami atau saat kami berjalan di atas es yang rapuh," kata pemimpin misi Markus Rex, dikutip dari AFP, Senin (12/10/2020).

"Di kutub utara sendiri kami menemukan es yang terkikis parah, mencair, tipis, dan rapuh," lanjutnya.

Baca juga: Efek Pemanasan Global, Beruang Kutub Terancam Punah pada 2100

Bebas es

Apabila tren pemanasan di Kutub Utara berlanjut, maka dalam beberapa dekade ke depan Arktik akan bebas es di musim panas.

Pengamatan para peneliti didukung oleh gambar satelit AS yang menunjukkan bahwa pada 2020, es laut di Kutub Utara mencapai rekor minimum musim panas terendah kedua setelah 2012.

Misi Polarstern, menghabiskan lebih dari setahun untuk mengumpulkan data tentang atmosfer, lautan, es laut, dan ekosistem untuk membantu menilai dampak perubahan iklim di kawasan dan dunia.

Untuk melakukan penelitian, empat lokasi pengamatan didirikan di atas lautan es dalam radius hingga 40 kilometer di sekitar kapal.

Para peneliti mengumpulkan sampel air dari bawah es kutub untuk mempelajari plankton dan bakteri serta lebih memahami bagaimana fungsi ekosistem laut dalam kondisi ekstrem.

Ekspedisi yang mengahabiskan 165 juta dollar AS itu juga membawa kembali 150 terabyte data dan lebih dari 1.000 sampel es.

"Ekspedisi ini, tentu saja, akan membuahkan hasil pada berbagai tingkatan," kata Rex.

"Tim mengukur lebih dari 100 parameter hampir sepanjang tahun dan berharap informasi tersebut akan memberikan terobosan dalam memahami Arktik dan sistem iklim," sambungnya.

Analisis data akan memakan waktu hingga dua tahun dengan tujuan untuk membantu prediksi seperti apa gelombang panas, hujan lebat, atau badai dalam waktu 20, 50, atau 100 tahun.

Baca juga: Pecahkan Rekor, Suhu Siberia Terpanas Sepanjang Sejarah Kutub Utara

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com