KOMPAS.com - Para ilmuwan menyebutkan seseorang bisa terinfeksi Covid-19 lebih dari sekali.
Oleh karena itu, seseorang yang telah pulih harus terus mengikuti pedoman seputar jarak sosial, masker wajah, dan cuci tangan.
Kendati demikian, seperti dilansir BBC, Selasa (13/10/2020) infeksi ulang jarang terjadi, dan hanya ada beberapa contoh dari lebih dari 37 juta kasus yang dikonfirmasi.
Baca juga: Indonesia Jadi Negara dengan Utang Luar Negeri Terbesar ke-7 di Dunia
Laporan di Hong Kong, Belgia dan Belanda mengatakan mereka tidak lebih serius dari yang pertama.
Satu kasus di Ekuador mencerminkan kasus AS yang lebih parah, tetapi tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
Masih dari sumber yang sama, dokter melaporkan adanya seorang pria di Nevada, AS, telah tertular Covid-19 dua kali dengan infeksi kedua menjadi jauh lebih berbahaya daripada yang pertama.
Baca juga: Benarkah Gunakan Masker Ganggu Kinerja Paru-paru?
Pria itu membutuhkan perawatan di rumah sakit setelah paru-parunya tidak mendapatkan cukup oksigen ke dalam tubuhnya. Namun saat ini yang bersangkutan telah pulih.
Ia tidak memiliki masalah kesehatan atau cacat kekebalan yang membuatnya sangat rentan terhadap Covid-19.
Berikut ini gejala yang dialaminya:
Baca juga: Apa yang Terjadi pada Paru-paru Manusia Saat Terkena Virus Corona?
Para peneliti telah menuliskan hal itu dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases.
Para ilmuwan mengatakan pasien itu terjangkit virus corona dua kali. Hal itu bukan penyakit yang kambuh lagi.
Perbandingan kode genetik virus yang diambil selama setiap serangan gejala menunjukkan bahwa kode itu terlalu berbeda untuk disebabkan oleh infeksi yang sama.
“Penemuan kami menandakan bahwa infeksi sebelumnya belum tentu melindungi dari infeksi di masa depan,” kata Dr Mark Pandori dari University of Nevada.
Baca juga: Paru-paru Pemuda AS Rusak Akut Diduga gara-gara Vape, Apa Kandungan Vape?
Dia juga mengatakan kemungkinan infeksi ulang dapat memiliki implikasi signifikan bagi pemahaman tentang kekebalan Covid-19.
Pandori mengatakan bahkan orang yang telah pulih harus terus mengikuti pedoman seputar jarak sosial, masker wajah, dan cuci tangan.
Para ilmuwan hingga kini masih bergulat dengan masalah pelik virus corona dan kekebalan.
Baca juga: Saat Johnson & Johnson dan Eli Lilly Hentikan Uji Coba Obat Antibodi dan Vaksin Covid-19...
Mereka belum mengetahui tentang apakah semua orang menjadi kebal setelah terinfeksi Covid-19, bahkan orang dengan gejala yang sangat ringan.
Selain itu juga belum mengetahui tentang berapa lama perlindungan itu akan bertahan.
Beberapa kasus infeksi ulang lain di dunia ditemukan antara lain di Hong Kong, Belgia, dan Belanda.
Baca juga: Benarkah Vaksin Covid-19 Siap pada Januari 2021?
Namun pasien-pasien itu tidak mengalami gejala yang lebih serius daripada gelombang pertama.
Lalu satu kasus di Ekuador mengalami gejala yang lebih parah, tetapi tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
Saat ini masih awal pandemi, sehingga masih belum banyak informasi yang bisa didapat.
Menurut para ilmuwan kemungkinan saat negara-negara mengalami gelombang kedua virus, barulah jawaban yang lebih jelas bisa didapatkan.
Baca juga: Saat Johnson & Johnson dan Eli Lilly Hentikan Uji Coba Obat Antibodi dan Vaksin Covid-19...
Sementara itu, melansir Fox News, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan infeksi ulang virus corona sangat dimungkinan.
Pimpinan teknis untuk Covid-19 WHO, Maria Van Kerkhove menjelaskan infeksi ulang masih dimungkinkan terjadi, meski seseorang yang telah sembuh dari Covid-19 sudah memiliki antibodi tersendiri di dalam tubuhnya.
Sejauh ini, tidak diketahui secara pasti berapa kuat imun tubuh dari virus corona dan berapa lama akan bertahan.
Baca juga: Simak, Ini 15 Makanan yang Sebaiknya Dihindari agar Sistem Imun Kuat
Karena itu, dirinya mengimbau pentingnya menjaga jarak, etika bersin, serta panduan kesehatan lain yang berlaku.
Apabila seseorang kembali terpapar virus corona untuk kedua kalinya, maka ada tiga kemungkinan yang terjadi.
Pertama, muncul gejala yang lebih buruk dari infeksi sebelumnya yang mengarah ke penyakit yang lebih parah.
Kedua, akan terjadi gejala yang sama seperti infeksi pertama, dan ketiga, bisa terjadi ketika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik, yang memproduksi antibodi dan respons memori yang bertaham cukup lama.
Baca juga: Riset AS Ungkap Pria Botak Berisiko Lebih Tinggi Terkena Covid-19
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.