KOMPAS.com - Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja berbuntut panjang. Sejumlah elemen mulai dari buruh hingga mahasiswa di sejumlah daerah turun ke jalan menentang pengesahan tersebut.
Mereka menilai UU Cipta Kerja tersebut bakal merugikan buruh dan pekerja.
Aksi unjuk rasa menyampaikan pendapat yang awalnya berjalan tertib, lantas berubah menjadi ricuh. Hal itu terjadi di sejumlah daerah.
Aksi membakar ban, lempar batu, hingga tembakan gas air mata untuk membubarkan massa pun terlihat di sejumlah daerah.
Baca juga: Aksi Demo Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di 9 Daerah Berlangsung Ricuh, Mana Saja?
Muncul pertanyaan, mengapa aksi demontrasi di Indonesia selalu identik dengan aksi bakar membakar?
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono mengatakan, aksi membakar barang seperti ban bekas atau barang lainnya adalah suatu simbol tertentu.
Simbol tersebut ditujukan kepada semua publik dan pihak yang didemo bahwa permasalahan yang disuarakan sudah membara.
"Bakar-bakaran dalam demo itu merupakan sebuah simbol yang ditunjukkan ke publik dan semua orang bahwa masalah itu sudah membara," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/10/2020).
Atau dengan kata lain, lanjutnya, masalah itu sudah besar dan menyala atau membara seperti api yang dibakar tadi.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan