Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Demo Berpotensi Tingkatkan Kasus Corona, tetapi Bukan Alasan Utama

Kompas.com - 09/10/2020, 13:35 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aksi demonstrasi terhadap disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja sejak Senin (5/10/2020) melibatkan ribuan orang yang turun ke jalan di sejumlah wilayah di Indonesia.

Peserta aksi yang jumlahnya ribuan itu banyak berkerumun, meneriakkan sejumlah tuntutan, dan menyanyikan yel. 

Dalam kondisi tersebut, sulit untuk melaksanakan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak aman satu sama lain minimal 2 meter. 

Baca juga: Epidemiolog Prediksi Kasus Covid-19 Melonjak dalam 2 Minggu ke Depan, Bisa Capai 10.000 Per Hari

Potensi lonjakan kasus

Ahli epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, kondisi tersebut besar kemungkinannya memicu potensi lonjakan kasus infeksi virus corona di Indonesia dalam beberapa pekan ke depan.

Meskipun hal itu bukanlah satu-satunya pemicu potensi peningkatan kasus infeksi di masyarakat. 

"Dalam situasi demo seperti itu, dengan kerumunan massa yang banyak, mengabaikan jaga jarak, bernyanyi, berteriak, semua mekanisme penularan terjadi. Baik droplets, aerosol, fomite, orang berdekatan, berteriak, saling menyentuh," kata Dicky, Jumat (9/10/2020).

Selain itu, menurut Dicky, adanya gas air mata dari aparat kepolisian untuk membubarkan aksi bisa menyebabkan orang menangis dan mengeluarkan lendir dari hidung dan mulutnya.

"Gas air mata dan semprotan merica aparat akan membuat pedemo menangis, menyebabkan hidung dan mulut mengeluarkan lendir. Semuanya memperburuk (potensi) penyebaran virus. Gas air mata dapat terkumpul pada masker sehingga (masker membuat seseorang) tidak tahan untuk memakai," jelas Dicky.

Belum lagi massa yang berangkat dan pulang ke lokasi aksi menggunakan transportasi umum, ini tentu akan membuat potensi penyebaran virus lebih luas lagi.

"Pedemo lain menggunakan bus dan KRL yang padat untuk pulang, di mana virus menyebar ke teman, tetangga, dan anggota keluarga," ucap Dicky.

Baca juga: Epidemiolog: Jika Kasus Suspek Covid-19 Tinggi, Harus Dicermati Penyebabnya

Bukan alasan utama

Meskipun pihaknya tidak bisa memprediksi secara pasti, Dicky mengatakan, potensi lonjakan kasus pada 2-3 minggu ke depan bisa mencapai 3 kali lipat jumlahnya.

Namun, dia menggarisbawahi, aksi demonstrasi ini tidak bisa dijadikan alasan terbesar atau utama atas lonjakan yang nanti terjadi.

Menurut dia, ada banyak faktor yang satu sama lain saling berkaitan memperlebar potensi infeksi. Aksi massa ini hanya salah satu di antaranya.

"Ini akan berinteraksi dengan kontributor lainnya, seperti rangkaian pilkada, pelonggaran-pelonggaran (aturan), ketidakpatuhan (masyarakat), kelemahan testing-tracing. Jadi enggak cuma satu, enggak bisa menyalahkan aksi demo," sebutnya.

Satu-satunya cara yang bisa diupayakan untuk mencegah potensi ini adalah dilakukan upaya karantina dan isolasi yang ketat dan menyeluruh pada pihak-pihak yang terlibat aksi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

6 Tanda yang Menunjukkan Seseorang Cerdas Tanpa Berbicara

6 Tanda yang Menunjukkan Seseorang Cerdas Tanpa Berbicara

Tren
Badai Matahari Besar Picu Kemunculan Aurora di Inggris sampai AS, Apa Dampaknya?

Badai Matahari Besar Picu Kemunculan Aurora di Inggris sampai AS, Apa Dampaknya?

Tren
Mengenal Kondisi Thalasemia, Berikut Penyebab dan Gejalanya

Mengenal Kondisi Thalasemia, Berikut Penyebab dan Gejalanya

Tren
Media Asing Ramai-ramai Soroti Rasisme Oknum Suporter Indonesia ke Guinea

Media Asing Ramai-ramai Soroti Rasisme Oknum Suporter Indonesia ke Guinea

Tren
Pajak Makanan Dibayar Restoran atau Pembeli? Ini Penjelasan Ekonom

Pajak Makanan Dibayar Restoran atau Pembeli? Ini Penjelasan Ekonom

Tren
Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Tren
Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Tren
Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Tren
Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Tren
Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Tren
Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

Tren
Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com