Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Mencari Makna Hidup “Gegara” Corona

Kompas.com - 09/10/2020, 12:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PAGEBLUK Corona memaksa saya mengkarantina diri di dalam rumah sehingga memperoleh banyak waktu merenung demi mencari makna hidup.

Agama saya Nasrani tidak menghalangi saya mempelajari ajaran-ajaran agama lain sesuai petunjuk Nabi Muhammad s.a.w. “Belajarlah sampai ke negeri Cina”.

Misalnya Buddhisme yang berasal dari India namun menjadi besar di Cina berkisah tentang perjuangan Siddharta Gautama mencari makna kehidupan.

Semula saya sulit memahami makna kisah manusia meninggalkan takhta kekuasaan, kekayaan harta benda dan gemerlap keduniawian lain-lainnya akibat melihat manusia tua, sakit dan mati.

Maka semula saya menganggap kisah tersebut sekadar hasil khayalan berlebihan belaka. Tidak masuk akal dangkal saya kenapa akibat hanya melihat orang tua, sakit dan mati lalu Siddharta Gautama harus meninggalkan segenap gemerlap keduniawian.

Apalagi masih ditambah tega melepas tanggung jawab sebagai suami terhadap istri serta ayah terhadap anak.

Kesadaran

Gegara virus Corona memaksa saya stay at home sehingga punya lebih banyak waktu untuk merenung maka sedikit demi sedikit saya mulai sedikit memahami makna kearifan yang terkandung di dalam kisah Siddharta Gautama yang kemudian menjadi Sang Buddha.

Pada masa pagebluk Corona saya tersadar bahwa setiap saat saya bisa terpapar Corona mau pun penyakit lainnya. Setiap detik saya bertambah usia untuk makin tua yang berarti makin mendekati masa akhir saya di dunia fana.

Sementara melalui teknologi telekomunikasi audio visual, saya menyaksikan mau pun membaca berita bagaimana setiap insan manusia tanpa kecuali di segenap pelosok planet bumi menjadi tua, jatuh sakit dan meninggalkan dunia fana ini.

Saya mulai dapat memahami gejolak sanubari Siddharta Gautama ketika melihat manusia tua, sakit dan mati. Gejolak perasaan yang menyadarkan bahwa pada hakikatnya manusia hanya makhluk hidup yang tidak berdaya melawan kodrat pasti menjadi tua, sakit dan mati.

Kodrati

Secara kodrati manusia menjadi tua dan dalam perjalanan hidup memang senantiasa terancam berbagai penyakit sebelum kemudian dijamin pasti mati.

Kepastian menjadi tua (apabila tidak mati pada saat dilahirkan), sakit dan mati merupakan kodrat mutlak yang tidak bisa dihindari apalagi dilawan oleh manusia.

Semasa hidup, manusia bisa menumpuk kekayaan harta benda semahakayaraya mungkin. Sayang, harta benda tidak bisa dibawa ke alam baka sambil tidak mampu melawan maut yang tidak bisa disuap.

Manusia bisa meraih kekuasaan sampai yang paling berkuasa pun tidak akan kuasa melawan kodrat menjadi tua, sakit kemudian mati.

Di alam baka, kekuasaan tiada guna. Kekuasaan duniawi dan kekayaan harta benda hanya ilusi dunia fana yang semuanya akan lenyap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

Tren
Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Tren
Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

Tren
Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Tren
'Whistleblower' Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

"Whistleblower" Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

Tren
9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

Tren
Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Tren
Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Tren
Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com