Alasan kedua menurutnya adalah masyarakat di Afrika sudah dibiasakan untuk mengubah pola hidup yang lebih sehat dan aman.
"Masyarakatnya selama beberapa tahun terakhir ini sudah dibiasakan mengubah perilaku. Waktu ebola terjadi, masyarakat Afrika itu sudah dilatih kebiasaan cuci tangan, menjaga jarak, jangan menyentuh, jangan gampang berkerumun, jadi lebih siap," papar Dicky.
Dalam kondisi ini, ketika protokol kesehatan Covid-19 diimbau untuk diterapkan, mereka sudah melakukannya sebelum Covid-19 itu ada.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Afrika Sudah Capai 1 Juta, tapi Diyakini Masih Bisa Lebih
Ketiga, negara-negara di Afrika sudah baik dalam kuantitas pelaksanaan upaya pengawasan penyebaran virus, mulai dari tes, pelacakan, dan sebagainya.
Selain itu, kondisi masyarakat yang beberapa kali dilanda epidemi membuat jumlah epidemiolog di wilayah itu tinggi.
"Kalau Afrika sistem surveillance: testing, tracing, itu bagus banget. Dan kalau dilihat perbandingan antara penduduk dan epidemiolognya, mereka lebih tinggi (dari Indonesia)," sebut Dicky.
Kuantitas pengawasan dan SDM itu semakin meningkat juga berkat adanya pelatihan yang banyak diberikan oleh pihak lain, seperti Amerika dan Eropa.
"Di Afrika itu, dukungan surveillance dan epidemiolognya kuat banget. Indonesia itu epidemiolog lapangannya (tracer), mungkin 200-300 orang untuk 270 juta penduduk. Dengan epidemolog lainnya seperti saya, itu enggak lebih dari 500 kok," ungkapnya.
Dicky memberi perbandingan dengan jumlah epidemiolog yang ada di kota-kota di China, setiap kota setidaknya memiliki epidemiolog sebanyak 10.000 orang.
Baca juga: Afrika Ciptakan Beberapa Temuan Inovatif untuk Atasi Covid-19
Faktor terakhir adalah luasnya wilayah Afrika yang membuat risiko penularan melalui kerumunan menjadi rendah.
"Yang juga membantu Afrika relatif dia akhirnya mudah dalam intervensi pembatasan pergerakan, itu memang banyak daerah-daerah di Afrika ini masih berjauhan. Lokasi itu jauh-jauh banget,' papar dia.
"Jadi dari sisi densitas, kepadatan, masyarakat relatif ketemunya jarang," lanjut Dicky.
Sementara pada negara dengan penduduk yang padat, sebagaimana disebutkan sebelumnya, sistem pengawasan atau surveillance mereka sudah terbangun dengan relatif baik.
Baca juga: WHO Izinkan Obat Herbal Afrika untuk Pengobatan Potensial Infeksi Virus Corona
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.