Pelacakan kontak di Indonesia sendiri masih belum dilakukan secara komprehensif. Laman tersebut menyebut skala pelacakan kontak di Indonesia masih terbatas, atau belum semua kasus dapat dilacak.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut, tracing di Indonesia masih lemah.
Dicky mengatakan, ketika muncul adanya klaster di sebuah daerah, masyarakat perlu diberikan informasi yang transparan.
"Misalnya lewat pengumuman atau media sosial di daerah itu," kata Dicky dalam webinar Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Wilsa, Minggu (27/9/2020).
Baca juga: Melihat Jepang dalam Melakukan Contact Tracing Covid-19, Ternyata Begini Caranya...
Diumumkan
Pihaknya menjelaskan, misalnya ada kasus di sebuah perkantoran, maka yang ada di kantor tersebut bisa jadi tidak hanya karyawan kantor tersebut saja.
Namun bisa jadi ada orang lain atau pengunjung lain yang pada waktu tertentu datang ke tempat tersebut.
"Ini yang perlu diinformasikan. Siapa yang ke kantor itu pada hari itu, jam itu, lantai berapa, ruang apa harus jelas. Karena siapa tahu ada orang umum yang datang," papar Dicky.
Di situ lah menurutnya peran masyarakat, yang harus sukarela mengontak pada layanan kesehatan setempat. Apakah nantinya harus dites, diisolasi atau cukup karantina.
"Itu terkadi jika pemerintahnya aktif. Kalau tidak, ya yang terjadi penyebaran. Selama menunggu vaksin, kalau testing dan tracing lemah akan terjadi banyak kesaktikan dan kematian," jelas Dicky.
Bagaimana dengan negara lain? Berikut adalah skala pelacakan kontak di 10 negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia:
Baca juga: Kasus Corona di India Tembus 6 Juta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.