Akmal diketahui juga pemilik hak paten Use of inhibitor of Phosphodiesterase IV di Jerman, USA, Eropa, Kanada dan Jepang.
Sebelum bertugas di Satgas Penanganan Covid-19, Akmal juga bergabung dengan tim pemerintah sebagai anggota tim pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Sementara itu, publik juga selama ini mengenalnya sebagai Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan seorang dokter spesialis urologi.
Dia pernah menjabat sebagai direktur utama Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Akmal mengisahkan, menjadi urolog bukanlah suatu spesialisasi yang dicita-citakannya ketika mulai menginjak bangku sekolah kedokteran di Universitas Indonesia, 1974.
Harian Kompas, Selasa 19 Agustus 1997 memberitakan, saat lulus menjadi dokter pada 1980 dan sempat tiga tahun bertugas di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, ia kembali dengan bayangan akan belajar bedah jantung.
"Dokter Djoko (Djoko Rahardjo, seniornya di urologi) mengajak saya masuk urologi. Dia bilang urologi mencakup banyak sekali aspek yang masih perlu dikembangkan," paparnya.
Akmal pun berminat menjalani spesialisasi urologi. Suatu ilmu kedokteran yang mempelajari saluran kencing dan kelamin laki-laki, serta saluran kencing wanita yang berkaitan dengan batu ginjal.
Jadi dalam urologi tercakup impotensi dan infertilitas pada laki-laki.
Kenyataannya bidang yang dipilih memang mengasyikkan. Urologi tidak hanya menjadi cabang yang khas dari ilmu bedah, karena semua teknik bedah bisa dipraktikkan.
Karena waktu itu penelitian, penatalaksanaan, sampai pelayanan untuk impotensi belum memadai, jadilah Akmal belajar klinis dan penelitian sekaligus.
Baca juga: Akmal Taher Mengundurkan Diri, Satgas Covid-19 Cari Penggantinya
Para seniornya yang berwawasan, kemudian mengirimnya untuk melakukan penelitian di Hannover, Jerman, 1990.
Di sinilah ia mulai berkenalan dengan ilmu dasar. Di bawah bimbingan Prof Forssmann, mulailah Akmal meneliti berbagai zat penghambat aktivitas enzim fosfodiestrase nukleotida siklik pada otot polos korpus kavernosum.
Otot polos ini adalah jaringan pendukung ereksi pada penis, sementara aktivitas enzim fosfodiestrase akan mengganggu proses relaksasinya. Bila otot polos gagal berelaksasi, terganggulah fungsi ereksi seorang. Jadilah penderitanya impoten.
Akmal menemukan, dari lima tipe enzim fosfodiestrase, pada penis ada tiga tipe yaitu III, IV, V. Fosfodiestrase sendiri merupakan enzim yang bisa ditemukan pada setiap organ tubuh dengan kombinasi tipe yang berbeda-beda.