Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Serangan Fajar ala Covid-19

Kompas.com - 25/09/2020, 13:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Gampang sekali mematahkan alasan itu. Sedangkan tak ada pilkada, angka orang tertular dan meninggal, tidak bisa dikendalikan. Bagaimana lagi kalau pilkada dilangsungkan.

Pilkada berarti mobilisasi manusia ke TPS. Ada 270 kabupaten/kota dan 9 provinsi menyelenggarakan pilkada. Angka yang sangat fantastis untuk memungkinkan berkecambahnya virus.

Tak ada jaminan bahwa Covid-19 mereda tahun depan, karena itu, pilkada tetap dilakukan. Begitu alibi para ponggawa negeri. Bukankah selama ini, para ponggawa negeri kita telah mendeklarasikan bahwa sudah sekian juta vaksin akan memenuhi negeri kita awal tahun depan sehingga bersinar harapan untuk menaklukkan Covid-19?

Mengapa terjadi dua argumen yang bersilangan, satu dengan lainnya? Tentu saja, tidak ada jaminan Covid-19 berahir tahun depan, tetapi ada harapan.

Dan bukankah ada sejumlah wali kota/bupati masih memiliki sisa jabatan hingga tahun depan? Lagi pula, selama ini kita mengenai dan mempraktikkan mekanisme pelaksana tugas (Plt)? Semuanya berjalan baik tanpa ada riak.

Mengapa ponggawa negeri tiba-tiba terkesan alergi dengan mekanisme Plt? Wah, Plt itu tidak berwibawa nanti, karena tidak dipilih rakyat, kata seorang ponggawa negeri. Namanya Plt, tentu sementara, tidak terus menerus.

Apa yang terjadi, bila pilkada tetap diteruskan, para pemilih takut menggunakan hak pilih mereka lantaran Covid-19?

Legitimasi orang yang terpilih ditentukan oleh jumlah orang yang memilihnya (voters turnout). Ketakutan tersebut bisa terjadi karena alasan alami, atau para calon yang saling mematikan itu, melempar isu tersebut untuk kawasan tertentu yang mungkin bukan basisnya.

Lalu, saingannya melakukan hal yang sama. Apa para ponggawa bisa mendeteksi ini?

Dan kalau toh bisa, bagaimana menghukumnya? Bukankah selama ini, pilkada yang telah kita lakukan, pengalaman menunjukkan, menjelang hari pencoblosan, ada istilah serangan fajar, alias bagi-bagi sembako dan uang ke rakyat?

Bisa jadi isu Covid-19 ini jadi agenda serangan fajar kelak. Tentu lebih murah karena tak perlu membagi uang dan barang. Cukup menyebar kisah tentang Covid-19. Bisa-bisa memang, para calon menggunakan Covid-19 menyerang lawan sebelum fajar menyingsing.

Tapi ya, siapa kami ini. Kami hanya punya semangat keprihatinan, tapi tidak punya kuasa dan kewenangan. DPR, Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum yang memiliki otoritas untuk mengatakan, kita tunda atau kita teruskan pilkada.

Pemerintah bukan satu-satunya pihak yang menentukan terus tidaknya pilkada. Kita salah bila hanya pemerintah yang kita sorot. DPR RI dan KPU juga menentukan, begitu bunyi ketentuan yang ada.

Saya kira, pihak DPR lebih banyak kepentingannya untuk meneruskan pilkada karena faktor calon-calon yang diajukan oleh masing-masing partai di daerah. Para anggota DPR RI diajukan oleh partai politik.

Di atas segalanya, bukankah lebih baik bila para penentu tersebut duduk bareng dengan para ahli epidemik dan dokter, bicara dari hati ke hati, atas nama dan demi kemaslahatan rakyat.

Para ahli epedemik dan dokter inilah yang memiliki otoritas memberi prediksi tentang risiko kesehatan dan nyawa, melanjutkan atau tidaknya pilkada pada bulan Desember. Jangan hanya dilihat dari satu aspek, misalnya, aspek politik saja.

Biarkanlah para ahli epedemik dan dokter, secara leluasa mengemukakan keahliannya.

Selain itu, tentu mereka memiliki data otentik yang original, yang bisa menjelaskan apa sesungguhnya yang terjadi dan sampai kapan kita akan mengalaminya? Moga memang begitu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Update Kasus Bos Rental Tewas di Pati: Polisi Tetapkan 4 Orang Tersangka, Korban Diketahui Pernah Lapor Polisi Februari 2024

Update Kasus Bos Rental Tewas di Pati: Polisi Tetapkan 4 Orang Tersangka, Korban Diketahui Pernah Lapor Polisi Februari 2024

Tren
Alasan Pisang Berubah Warna Menjadi Cokelat jika Disimpan Terlalu Lama

Alasan Pisang Berubah Warna Menjadi Cokelat jika Disimpan Terlalu Lama

Tren
Video Cahaya Terang Melintasi Langit Sumatera Selatan, Benarkah Meteor Jatuh?

Video Cahaya Terang Melintasi Langit Sumatera Selatan, Benarkah Meteor Jatuh?

Tren
Komnas Perempuan Kritik Budi Arie Usai Sebut Perempuan Lebih Kejam dari Laki-laki

Komnas Perempuan Kritik Budi Arie Usai Sebut Perempuan Lebih Kejam dari Laki-laki

Tren
Ramai soal Grup Facebook Jual-Beli Kendaraan 'STNK Only' di Pati, Ini Kata Kapolres Pati

Ramai soal Grup Facebook Jual-Beli Kendaraan "STNK Only" di Pati, Ini Kata Kapolres Pati

Tren
2 Menteri Jokowi Buka Suara soal Polwan Bakar Suami karena Judi Online

2 Menteri Jokowi Buka Suara soal Polwan Bakar Suami karena Judi Online

Tren
Berapa Gaji dan Tunjangan Briptu RDW yang Meninggal Dibakar Istri karena Judi Online?

Berapa Gaji dan Tunjangan Briptu RDW yang Meninggal Dibakar Istri karena Judi Online?

Tren
Data Pegawainya Disebut Bocor dan Beredar di 'Dark Web', Ini Penjelasan Kemenko Perekonomian

Data Pegawainya Disebut Bocor dan Beredar di "Dark Web", Ini Penjelasan Kemenko Perekonomian

Tren
4 Fakta Oknum Anggota Polres Yalimo Bawa Kabur Senjata, 4 AK China Raib

4 Fakta Oknum Anggota Polres Yalimo Bawa Kabur Senjata, 4 AK China Raib

Tren
Kronologi Pesawat Wakil Presiden Malawi Hilang saat Berencana Hadiri Pemakaman

Kronologi Pesawat Wakil Presiden Malawi Hilang saat Berencana Hadiri Pemakaman

Tren
41 Link Pengumuman UTBK SNBT 2024 dan Cara Ceknya

41 Link Pengumuman UTBK SNBT 2024 dan Cara Ceknya

Tren
Ahli Ungkap Alasan Beruang dan Harimau di India Urung Berkelahi meski Sudah Ancang-ancang

Ahli Ungkap Alasan Beruang dan Harimau di India Urung Berkelahi meski Sudah Ancang-ancang

Tren
Kronologi Jurnalis Inggris Ditemukan Meninggal di Yunani, Sempat Hilang 4 Hari

Kronologi Jurnalis Inggris Ditemukan Meninggal di Yunani, Sempat Hilang 4 Hari

Tren
Profil Rustam Lutfullin, Wasit Indonesia Vs Filipina

Profil Rustam Lutfullin, Wasit Indonesia Vs Filipina

Tren
Upacara 17 Agustus Digelar di Dua Lokasi, Kok Bisa? Ini Kata Jokowi

Upacara 17 Agustus Digelar di Dua Lokasi, Kok Bisa? Ini Kata Jokowi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com