Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Sejarah Pam Swakarsa?

Kompas.com - 24/09/2020, 07:45 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pasukan Pengamanan (PAM) Masyarakat akan dihidupkan kembali setelah diterbitkannya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020.

Dalam aturan itu, Pam Swakarsa terdiri dari petugas satuan pengaman (Satpam) dan satuan keamanan lingkungan (Satkamling) di lingkup masyarakat.

Dengan pembentukan ini, negara berencana merekrut masyarakat sipil di lingkungan kawasan, permukiman, hingga perkantoran untuk meningkatkan kesadaran dan ketertiban masyarakat, khususnya di masa pandemi virus corona.

Kehadiran Pam Swakarsa di Indonesia sendiri bukan hal baru. Sejarah pernah mencatat eksistensi mereka pada akhir 1990-an.

Baca juga: Pam Swakarsa Hidup Lagi, Ada Apa? 

Namun, Polri menyatakan, Pam Swakarsa saat ini tidak ada hubungannya dengan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa atau Pam Swakarsa pada 1998.

“Ini mengukuhkan apa yang sudah ada, cuma pergantian pakaian satpam saja dari warna biru menjadi cokelat. Yang biru dipakai satkamling,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (17/9/2020). 

Muncul menjelang di SI MPR 1998

Harian Kompas, 12 November 1998, memberitakan, Pam Swakarsa saat itu merupakan bentuk pengamanan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengamankan linkungan masing-masing.

Pembentukan Pam Swakarsa bebarengan dengan akan diadakannya Sidang Istimewa (SI) MPR 1998.

Panglima ABRI kala itu, Jenderal TNI Wiranto, menyatakan, kehadiran Pam Swakarsa dibutuhkan untuk mengamankan SI MPR dari pihak-pihak yang ingin menggagalkannya.

Namun, dalam perjalanannya, konflik berdarah antara Pam Swakarsa dengan mahasiswa dan kelompok masyarakat tak bisa dihindarkan.

Sejumlah anggota Pam Swakarsa mengaku telah diajak seseorang yang tak mereka kenal.

Heru, misalnya, keterlibatannya dimulai suatu siang hari ketika hendak beristirahat.

"Ternyata ada ramai-ramai dikasih nasi bungkus untuk makan siang. Kemudian disuruh mendaftar," kata dia.

Dari pendaftaran tersebut, Heru dimasukkan dalam satu kelompok terdiri 40 orang yang dikoordinir oleh Edi. Edi-lah yang menentukan kelompok tersebut harus ke mana tiap harinya.

Dari serangkaian petunjuk yang diterimanya, Heru dan kawan-kawannya bertugas menahan aksi mahasiswa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com