Menurut Liputan6.com, ada empat akun Instagram yang digunakan untuk doxing terhadap jurnalisnya. Akun-akun itu mencantumkan link yang mengarah ke alamat rumah, foto keluarga, dan foto anak dari jurnalis.
Redaksi Liputan6.com telah melaporkan kasus tersebut ke penegak hukum. Baca juga: Jurnalis Pemeriksa Fakta Jadi Korban Doxing, Liputan6.com Tempuh Jalur Hukum
Ide utama dari konsep chilling effect adalah informasi yang bernilai sosial menjadi tidak bisa dibuat (disebarkan) karena orang takut akan risiko hukum yang mungkin dihadapinya.
Dalam jurnalisme, konsep ini banyak dikaitkan dengan regulasi yang berpotensi menghambat kebebasan pers, seperti UU ITE.
Konsep ini bisa ditarik ke konteks yang lebih luas. Di luar hukum, ada berbagai hal yang membuat jurnalis melakukan filter informasi, memilih untuk tidak memberitakan sesuatu karena khawatir dengan konsekuensi yang mungkin dihadapinya.
Persekusi, baik offline maupun online, termasuk doxing berpotensi membuat jurnalis ketar-ketir ketika menuliskan informasi tentang orang atau kelompok tertentu.
Rangkaian kasus doxing di Indonesia, dan juga di luar negeri, menunjukkan bahwa banyak kasus hanya berakhir sebagai tulisan atau bahan diskusi. Penegakan hukum untuk kasus doxing terbilang lemah.
Dalam diskusi Ikatan Jurnalis Online pada Minggu, 20 September 2020, mengemuka sebuah keputusan satu media online yang memilih tidak mencantumkan nama penulis artikel cek fakta demi keamanan wartawannya.
Lepas dari ini bisa menjadi solusi sementara, ini bukan kondisi yang ideal. Jurnalis harusnya bisa bekerja tanpa merasa khawatir.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Asosiasi Media siber Indonesia (AMSI) telah menyampaikan desakan agar penegak hukum mengusut tuntas kasus ini doxing Liputan6 ini. Ini juga menjadi bahasan dalam diskusi Ikatan Jurnalis Online.
Penegakan hukum terkait doxing dianggap menjadi tantangan karena tidak ada aturan yang spesifik mengaturnya soal sanksi terhadap penyebaran informasi pribadi jurnalis. Penegak hukum bisa menggunakan KUHP dan UU Pers bila terjadi serangan fisik terhadap jurnalis, namun sulit untuk kasus doxing.
Absennya peraturan bukan berarti pelaku doxing terhadap jurnalis boleh melenggang tanpa sanksi hukum. Merujuk kepada UU Pers Pasal 4, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Orang yang melawan hukum dengan menghambat pelaksanaan ketentuan pasal tersebut bisa dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta. Doxing sebagai bentuk intimidasi dan gangguan semestinya termasuk dalam tindak yang berusaha menghalangi kerja pers dalam menyebarkan informasi.
Sinergi kuat antara pekerja pers, media, Dewan Pers, pembuat undang-undang dan penegak hukum diperlukan untuk menyusun peraturan demi mencegah dan menindak doxing terhadap jurnalis yang kian marak. Undang-undang perlidungan pers yang telah berusia 20 tahun perlu menyesuaikan diri dengan fenomena digital terkini.
Media, asosiasi, dan Dewan Pers juga harus sama-sama kuat memperjuangkan penegakan hukum dalam kasus-kasus persekusi terhadap jurnalis, termasuk doxing. Seruan dan imbauan kepada penegak hukum melalui rilis tidaklah cukup.
Idealnya, kasus harus dikawal sampai tuntas. Ada beberapa kasus yang setelah terbongkar berakhir dengan jabat tangan damai antara pelaku dan korban. Ini tidak memberikan efek jera dan justru memberikan sinyal yang salah kepada masyarakat.
Terakhir, sambil berharap ada perubahan regulasi dan penegakan hukum yang lebih berpihak ke perlindungan kerja jurnalis, pekerja pers mau tidak mau harus memastikan keamanan data pribadi.
Di sini, media berperan untuk mengedukasi jurnalis mengenai digital hygiene. Jurnalis perlu sangat berhati-hati ketika membagikan informasi pribadi di media sosial karena paling rentan buat aksi para pencoleng informasi pribadi.
Seperti yang dikatakan profesor Fakultas Hukum University of Chicago Eric Posner, “Efek besar dari media sosial adalah media sosial memungkinkan orang untuk menyebarkan opini, atau lebih tepatnya reaksi sembrono, ke seluruh dunia secara instan, tanpa jeda untuk mempertimbangkannya.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.