Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Takjub Keajaiban Bandar Jakarta

Kompas.com - 21/09/2020, 20:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


PADA masa karantina diri akibat Coronafobia saya memperoleh banyak waktu untuk melanjutkan beberapa upaya yang masih terbengkalai . Antara lain menelusuri keajabain tata harmoni lagu Bandar Jakarta yang semula saya duga ciptaan Ismai Marzuki namun ternyata Iskandar.

Gumun

Bandar Jakarta diawali secara konvensional alias biasa-biasa saja dengan akord Tonika namun pada ketukan irama ke 7 ½ langsung pindah bukan ke akord Dominan namun loncat ke Dominan Ganda sebagai gerak modulatif ke tangga nada lain yang dimantapkan sampai dengan ketukan ke 19 ½ sebagai Tonika yang mengalir ke atas kemudian ke bawah sampai dengan ketukan ke 40.

Di sini saya tidak mampu mematuhi petuah Jawa: Ojo Gumunan (jangan mudah heran) akibat terus terang saya sangat gumun atas keberanian setelah “salto mortale” Pak Iskandar beristirahat pada Dominan yang sudah berubah fungsi menjadi Tonika untuk kemudian pada ketukan ke 37 menyelinapkan interval tujuh kecil agar beralih-fungsi menjadi Dominan tujuh untuk kemudian mendarat pada ketukan ke 41 di --- ya ampun! ---- Sub Dominan yang kemudian difungsikan sebagai Tonika!

Di situ Pak Iskandar berbuat sebuah dosa asal kaliber taman Firdaus Musik Akademis Barat yaitu berani bergerak dari Dominan ke Sub Dominan yang layak diyakini pasti mengandung dosa paralel interval kuint maka secara akademis hukumnya wajib dogmatis tanpa kompromi dicoret dengan tinta merah oleh penguji berijazah ilmu harmoni sebagai bukan sekadar kesalahan namun dosa tak terampuni!

Dosa makin parah akibat Sub Dominan yang sudah susah-payah dicapai secara tidak halal melalui Dominan ternyata malah diperankan sebagai Tonika.

Justru pada rangkaian dosa asal berlapis-lapis ibarat buah terlarang itu bagi saya merupakan puncak keindahan gubahan musik Pak Iskandar nan tiada dua di marcapada ini.

Gumun

Pada ketukan ke 57 Sub Dominan ganda yang beralih-peran sebagai Tonika dengan melodi indah berkeliaran ke sana ke mari masih dalam wilayah harmoni Tonika untuk kemudian bermodulasi kembali ke Dominan demi permai mendarat sebagai Tonika dalam tangga nada awal.

Selanjutnya Pak Iskandar menggubah Bandar Jakarta tanpa peduli ilmu bentuk musik seiring-sejalan dengan misalnya Sonata dalam b minor untuk pianoforte gubahan Franz Liszt.

Silakan cemooh saya mudah gumunan namun memang apa boleh buat saya memang benar-benar gumun atas kesaktian Pak Iskandar berakrobat harmoni dari modulasi ke modulasi setara kenekatan gerak batin seorang dodekafonikawan seperti Arnold Schoenberg namun tanpa menanggalkan sukma tonalitas.

Ketakjuban saya terhadap keajaiban “Bandar Jakarta” Iskandar bercampur iri sama halnya keirian saya terhadap keajaiban “Yen ing tawang ono Lintang” Anjar Ani, “Belaian Bunga” Ismail Marzuki, “Kunang-Kunang” Titiek Puspa, “Menghitung Hari” Melly Guslaw, “Banyu Langit” Didi Kempot, “Gethuk” Manthous , “Gema Maumere” Nyong Franco.

Iri akibat saya tidak mampu menggubah lagu seindah yang para beliau terbukti mampu menggubahnya.

Ketakjuban saya juga Insya Allah menyadarkan kita semua sebagai warga Indonesia bahwa sebenarnya tidak ada salahnya di samping menggemari musik bangsa asing, kita juga menikmati nikmatnya musik karya bangsa kita sendiri. Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com