Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu Pelajaran Sejarah Dihapus, Ramai di Media Sosial hingga Diklarifikasi Menteri Nadiem

Kompas.com - 21/09/2020, 07:39 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Salah satu yang tengah ramai diperbincangkan publik, termasuk di media sosial, mengenai isu bahwa pelajaran sejarah akan dihapus dari kurikulum pendidikan.

Informasi ini muncul setelah beredarnya draf sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020.

Disebutkan di dalamnya salah satunya adalah rencana penghapusan mata pelajaran sejarah bagi siswa-siswi di SMK.

Pada pelajar SMA, sejarah akan dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan, sehingga sejarah bukan lagi pelajaran wajib yang harus diambil oleh siswa-siswi.

Beragam komentar muncul dalam linimasa Twitter terkait isu yang beredar tersebut.

“Bayangno kuliah 4 tahun pendidikan sejarah, pas lulus, pelajaran sejarah dihapus,” tulis akun @WahonoGusti

“Yang disayangkan klo pelajaran sejarah dihapus bkn mahasiswa yg takut kehilangan peluang kerja, tp generasi muda nnti yg gatau sejarah bangsanya sendiri. Dijelasin sm guru aja blm tentu paham apalagi belajar sendiri,” tulis akun @galaxieesss.

Baca juga: Sejarawan Tanggapi Isu Penghapusan Pelajaran Sejarah di Sekolah Menengah

Bantahan Kemendikbud

Kepala Badan Penelitian dan Perbukuan Kemendikbud, Totok Suprayitno, membantah hal tersebut.

Ia mengatakan, pelajaran sejarah akan tetap ada dalam kurikulum.

"Sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar sehingga menjadi kurikulum pendidikan," kata Totok dalam keterangan resmi, Sabtu (19/9/2020).

Sementara, pada Minggu (20/9/2020), Mendikbud Nadiem Makarim memberikan klarifikasi terhadap isu yang beredar tersebut.

Nadiem mengatakan, draf yang beredar hingga munculnya anggapan akan ada penghapusan pelajaran sejarah berasal dari salah satu materi yang tengah dibahas oleh Kemendikbud secara internal.

"Isu ini keluar, karena ada presentasi internal yang keluar ke masyarakat dengan salah satu permutasi penyederhanaan kurikulum," ujar Nadiem.

Ia menjelaskan, permutasi tidak hanya satu, tetapi ada banyak permutasi dengan puluhan versi yang berbeda.

Permutasi-permutasi tersebut tidak serta merta disetujui, harus melalui FGD dan uji publik.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com