Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Dukung Uji Coba Obat Herbal dari Afrika untuk Atasi Corona

Kompas.com - 20/09/2020, 13:02 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendukung protokol pengujian obat herbal dari Afrika sebagai obat potensial untuk virus corona dan epidemi lainnya.

Covid-19 telah meningkatkan isu penggunaan obat tradisional untuk melawan penyakit-penyakit ini.

Pihak WHO pun semakin mendorong pengujian melalui penggunaan kriteria yang sama dengan molekul-molekul yang dikembangkan laboratorium-laboratorium di Asia, Eropa, atau Amerika Serikat.

Melansir AFP, Minggu (20/9/2020), perkembangan ini terjadi berbulan-bulan setelah adanya tawaran dari Presiden Madagaskar Andry Rajoelina untuk mempromosikan sebuah minuman yang berbahan artemisia.

Artemisia merupakan tanaman yang terbukti berkhasiat pada pengobatan malaria.

Namun, awalnya tawaran terkait minuman herbal tersebut memperoleh banyak cemooh.

Pada hari Sabtu (19/9/2020), para ahli WHO dan kolega dari dua organisasi lainnya mendukung protokol untuk uji coba klinis tahap III pada obat herbal Covid-19.

Baca juga: Ilmuwan WHO Sebut Kehidupan Tak Akan Kembali Normal hingga 2022

Selain protokol, juga termasuk anggaran dasar dan kerangka acuan untuk penetapan data dan pemantauan keamanan uji coba klinis ini.

Uji coba fase III sangat penting untuk dapat benar-benar menilai keamanan dan khasiat dari produk baru.

"Jika sebuah produk obat tradisional terbukti aman, ampuh, dan berkualitas, WHO akan merekomendasikannya untuk produksi lokal berskala besar dan cepat," kata Direktur WHO Regional, Prosper Tumusiime. 

Partner WHO adalah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika dan Komisi Uni Afrika untuk Hubungan Sosial.

"Kemunculan Covid-19, seperti wabah Ebola di Afrika Barat telah menunjukkan kebutuhan penguatan sistem kesehatan dan percepatan program penelitian dan pengembangan (R&D), termasuk obat-obatan tradisional, " kata Tumusiime.

Ia tidak secara spesifik merujuk pada obat organik Covid-19 dari Madagaskar atau CVO, yang disebut dapat mengobati virus oleh Presiden Madagaskar.

Obat itu memang telah terdistribusi secara luas di Madagaskar dan dijual di sejumlah negara, terutama di Afrika.

Pada bulan Mei 2020, Direktur WHO Afrika Matshidiso Moeti mengatakan pemerintah Afrika telah berkomitmen pada tahun 2000 untuk melibatkan 'terapi tradisional' melalui uji coba klinis yang sama sebagai obat lainnya.

"Saya memahami kebutuhan, dorongan untuk menemukan sesuatu yang dapat membantu. Akan tetapi kami sangat ingin mendorong proses ilmiah ini di mana pemerintah juga membuat komitmen, " kata Moeti.

Baca juga: Madagaskar Klaim Temukan Jamu Obat Covid-19, WHO Minta Itu Diuji Dulu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com