Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakob Oetama, Sang Guru yang Meninggalkan Warisan Jurnalisme Makna

Kompas.com - 09/09/2020, 15:17 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Salah satu pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama (88), meninggal dunia di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (9/9/2020) pukul 13.05 WIB.

Selain Jakob, pendiri lain dari Kompas Gramedia, yakni Petrus Kanisius Ojong, yang lebih dulu berpulang pada 31 Mei 1980.

Kisah perjalanan Jakob yang berawal dari seorang guru hingga sosok penting dalam kancah jurnalisme Indonesia mengajarkan sejumlah hal bagi kita semua.

Baca juga: Tutup Usia, Berikut Profil dan Perjalanan Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama

Berikut kiprah Jakob Oetama saat menjadi pendidik hingga membesarkan Harian Kompas dan Grup Kompas Gramedia:

Bercita-cita menjadi guru

Buku Yuk, Simak Pak Jakob BerujarKOMPAS/Wawan H Prabowo Buku Yuk, Simak Pak Jakob Berujar

Diberitakan Kompas.com (27/9/2020), sebelum menjadi jurnalis, Jakob Oetama memiliki cita-cita menjadi guru. Cita-cita itu muncul bersamaan dengan keinginannya menjadi pastor.

Kendati demikian, saat memutuskan tak melanjutkan seminari tinggi untuk menjadi pastor, Jakob memulai profesi sebagai guru.

Baca juga: Jurnalisme Makna: Satu Warisan Jakob Oetama, Pendiri Kompas Gramedia

Profesi guru yang dicita-citakan mungkin terlintas di benak Jakob lantaran sang ayah, Raymundus Josef Sandiya Brotosoesiswo, juga berprofesi sebagai guru sekolah rakyat.

Meski begitu, faktor ayah bukanlah satu-satunya alasan Jakob menjadi seorang guru, melainkan guru dinilai sebagai profesi yang mulia.

Setelah beberapa lama menjadi seorang guru, Jakob merasa tertarik dengan profesi wartawan. Hal ini didukung dengan kegemaran Jakob menulis, terutama setelah belajar ilmu sejarah.

Baca juga: Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

Awal karier di dunia jurnalistik

Diberitakan Kompas.com (27/9/2017), karier Jakob Oetama di dunia jurnalistik berawal dari pekerjaan barunya sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta.

Kemudian, bersama rekan terbaiknya PK Ojong, Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari pada 1963.

Tidak hanya berlandaskan kemanusiaan, Intisari juga dihadirkan sebagai pandangan politik keduanya yang menolak belenggu masuknya informasi dari luar.

PK Ojong dan Jakob Oetama merasa perlu hadirnya media yang memuat artikel yang membuka mata dan telinga masyarakat.

Pada 1965, Harian Kompas terbit pertama kali.

Baca juga: Mengenang Aktor Didi Petet, dari Perjalanan Karier hingga Seni Teaternya...

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com