Di era digital, media harus setia meningkatkan harkat dan martabat manusia melalui pemberitaannya. Nilai ini terus dianut sejak koran tersebut pertama kali terbit pada 28 Juni 1965 silam.
Penulis buku Kompas Way, Jakob's Legacy, St Sularto menilai, warisan dari Jakob bukan sekadar ujaran.
"Nilai-nilai itu dipraktikkan harian Kompas sehingga bisa bertahan dan berkembang sejak 1965 hingga sekarang," ujarnya.
Menurut Sularto, Jakob menempatkan media sebagai pengawas kinerja pemerintah. Praktik ini juga dibarengi tanggung jawab sosial dan tidak mementingkan ambisi pribadi.
"Penyampaian kritik diikuti dengan pengertian dan solusi," tambahnya.
Baca juga: Mengenang Jakob Oetama, Pendiri Kompas Gramedia yang Bercita-cita Menjadi Guru
Anggota Dewan Pers Indonesia, Imam Wahyudi, mengatakan, nilai-nilai yang dianut Jakob sangat relevan dengan kondisi media masa kini. Media, apa pun wujudnya, harus menempatkan diri sebagai sumber yang bisa dipercaya masyarakat.
”Dengan tuntutan kecepatan menerbitkan berita, akurasi dan verifikasi kerap diabaikan sejumlah media. Ini mengkhawatirkan, sebab pembaca harus menerka sendiri kebenaran berita,” katanya.
Padahal, media arus utama bersaing dengan media sosial, yang cara penyebaran informasinya sangat berbeda.
”Media mainstream harus tetap menjunjung tanggung jawab moral. Sebagaimana dikatakan Jakob, media harus berhati-hati menggunakan kebebasannya,” kata Imam.
Seiring perkembangan teknologi yang terjadi, Jakob pun mengingatkan agar media beradaptasi menyongsong perubahan.
Penyesuaian ini tentu harus dilakukan tanpa melupakan kewajiban pers menyampaikan kebenaran.
Baca juga: Jakob Oetama: Koran Itu Harus Jadi Miniatur Indonesia
Dosen Fakultas Komunikasi Universitas Katolik Atma Jaya, Andina Dwifatma—mengutip data techinasia.com per Januari 2016—menyebutkan, jumlah pengguna internet aktif di Indonesia 88,1 juta orang. Koneksi internet dari telepon cerdas mencapai 326,3 juta dengan pengguna media sosial 79 juta.
”Harus ada inovasi bagaimana membuat berita yang padat dan menyeluruh serta tidak mengabaikan nilai-nilai dasar jurnalisme,” kata Andina.
Ia mencontohkan, salah satu bentuk pemberitaan digital yang komprehensif adalah Visual Interaktif Kompas (VIK) melalui laman https://vik.kompas.com.
Sesuai semangatnya sebagai pendidik, Jakob pun memosisikan Kompas sebagai lembaga pendidikan.
Lembaga ini memberikan informasi sekaligus pendidikan kewarganegaraan bagi pembacanya.
Baca juga: Cerita Fahri Hamzah Gemar Kliping Artikel Jakob Oetama...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.