Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Kebangkitan Teknologi Nasional dan Cita-cita Pesawat Buatan Dalam Negeri BJ Habibie

Kompas.com - 10/08/2020, 17:27 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setiap tanggal 10 Agustus diperingati sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas).

Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 71 Tahun 1995.

Lantas bagaimana latar belakang penetapan itu?

Peringatan tersebut bermula pada 10 Agustus 1995, yaitu saat pesawat N-250 Gatotkaca buatan Indonesia sukses menjalani uji terbang selama 53 menit.

Kesuksesan itu menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia karena sukses merancang sendiri pesawat terbang modern.

Adalah BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) atau Kepala Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), sosok penting di balik pembuatan pesawat tersebut. 

Baca juga: Hakteknas 2020, Ragam Inovasi Anak Bangsa Percepat Penanganan Covid-19

Uji terbang N-250

Pesawat rancangan BJ Habibie, sebagai penanda Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas)Repro Grafis Harian Kompas Pesawat rancangan BJ Habibie, sebagai penanda Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas)

Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 11 Agustus 1995, uji terbang tersebut diselesaikan oleh ketua tim penguji pesawat Kapten Ir Erwin Danuwinata dan tiga rekannya.

Selama berada di udara, Erwin sempat mengadakan pembicaraan dengan Presiden Soeharto yang mengikuti uji coba itu dari Ruang Kontrol di Menara Pusat Pengendalian Uji Terbang.

"Apa semua mulus," tanya Presiden Soeharto, yang kemudian dijawab Erwin, "Mulus semua."

Semula, N-250 dijadwalkan akan berada di udara selama 90 menit. Namun karena semuanya berfungsi baik, kata Erwin, maka ia tidak merasa perlu naik kembali setelah pesawat berada dalam posisi "touch down".

Sementara itu, Habibie menyebut uji penerbangan perdana di berbagai negara umumnya dilakukan secara rahasia. Jika semua proses sertifikasi sudah diselesaikan, barulah pesawat itu diperkenalkan.

Akan tetapi berbeda halnya dengan N-250 Gatotkaca, uji coba penerbangannya dilakukan secara terbuka karena menggunakan momentum dari peringatan 50 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

"Kita ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kita tidak ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain," kata Habibie saat itu.

Baca juga: Putra Habibie: Mimpi Bapak yang Belum Terwujud, Terbangkan N-250 dan R-80

Makna N-250

Pesawat N-250 karya Presiden ketiga Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie disimpan di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (12/9/2019). Habibie wafat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/9), pukul 18.05.HARIAN KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA Pesawat N-250 karya Presiden ketiga Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie disimpan di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (12/9/2019). Habibie wafat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/9), pukul 18.05.

N-250 sendiri mempunyai makna N=Nusantara, 2 adalah bermesin dua dan 50 adalah kapasitas tempat duduk untuk 50 penumpang.

Pesawat yang kelahirannya diputuskan pada 1987 itu telah diuji secara mendalam selama 7.500 jam.

Rencananya, N-250 dibuat dengan kapasitas untuk 30 penumpang, tetapi kemudian diubah menjadi 50 penumpang pada tahun 1989.

Teknologi fly-by-wire (fbw) yang digunakan dalam N-250 merupakan yang pertama untuk pesawat berukuran tersebut, dikutip dari Harian Kompas, 10 Agustus 1995.

Ketika niat untuk menerapkan teknologi ini dikemukakan Habibie, sejumlah kalangan penerbangan menilai itu hanya karena kesenangan berlebihan terhadap teknologi.

Selain fbw yang rumit, adanya niat untuk menjadikan N-250 sebagai pesawat baling-baling dengan kecepatan jelajah tinggi 330 knot atau hampir 600 kilometer per jam, membuat para insinyur IPTN dihadapkan pada tantangan teknik yang besar dan belum pernah mereka alami sebelumnya.

Baca juga: Habibie: Kalau Saya Bisa Produksi N 250 atau R 80 Tiap Hari...

Namun, kesuksesan uji terbang N-250 menjawab keraguan tersebut. Bahkan, ide itu telah diikuti oleh pesawat sejenis N-250 lainnya.

Sayangnya, perjalanan panjang mencetak generasi dirgantara yang bisa membuat sendiri pesawat terbang tersebut kandas sejalan dengan hantaman krisis moneter pada 1997-1998.

Pesawat N-250 yang sudah jadi pun teronggok beku di hanggar PT Dirgantara Indonesia. Penerusnya pun, pesawat bermesin jet dan berbadan lebar N-2130, saat ini tinggal rencana di atas kertas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com