KOMPAS.com - Filipina kini menjadi negara berikutnya di Asia yang memiliki kasus virus corona melebih angka 100.000 pada Minggu (2/7/2020).
Presiden Rodrigo Duterte melonggarkan penguncian sejak 1 Juni setelah mengalami penyusutan ekonomi pada kuartal pertama dan menjadi yang terburuk dalam lebih dari dua dekade terakhir.
Setelah pusat perbelanjaan dan tempat kerja dibuka kembali dan angkutan umum diizinkan secara terbatas, infeksi melonjak tajam dengan meningkatnya pengujian.
Lebih dari 50.000 infeksi dilaporkan dalam waktu kurang dari empat minggu.
Sejumlah rumah sakit mulai memperingatkan bahwa bangsal virus corona mereka dalam kondisi kritis, seperti yang terjadi pada April 2020 lalu.
Dikutip dari ABC News, Minggu (2/8/2020), dua rumah sakit pemerintah terbesar di Kota Manila ditutup setelah petugas medis terinfeksi.
"Petugas kesehatan kami kelelahan dengan jumlah pasien yang tampaknya tak berujung dan terus berdatangan ke rumah sakit kami," kata Ketua Asosiasi Dokter Filipina Jose Santiago dalam surat terbukanya kepada Duterte.
"Kami kalah dalam pertarungan melawan Covid-19 dan kami perlu menyusun rencana aksi yang terkonsolidasi dan pasti," sambungnya.
Mereka memohon kepada presiden untuk memberlakukan kembali penguncian, sehingga memberi waktu istirahat kepada petugas kesehatan.
Menurut mereka, pelonggaran memicu salah persepsi publik bahwa pandemi virus corona di Filipina semakin membaik.
Para dokter mengaku khawatir jika kasus Covid-19 di negara itu mungkin akan semakin memburuk seperti di Amerika Serikat.
"Penurunan kepatuhan secara progresif akan mendorong kita ke tepi jurang untuk menjadi Kota New York berikutnya, ketika rumah sakit tak mampu lagi menampung pasien," kata dia.
Baca juga: Kasus Covid-19 Naik 5 Kali Lipat sejak Juni, Filipina Lockdown Lagi dan Kurung 27 Juta Orang
Salah satu rumah sakit umum terbesar di Manila mengatakan, mereka telah menyaksikan empat hingga enam pasien meninggal saat baru datang, setiap harinya.
Sebagian besar dari mereka telah ditolak di beberapa rumah sakit, dikutip dari Straits Times, Sabtu (1/8/2020).
Dalam surat itu juga disebutkan bahwa banyak dari profesional kesehatan mengundurkan diri karena ketakutan, kelelahan, dan kondisi kerja yang buruk.