Dokter-dokter lokal, rumah sakit-rumah sakit, dan kewenangan kesehatan mengumpulkan lebih dari 20 indikator pada virus secara harian dan mengirimkannya ke otoritas wilayah.
Kemudian, mereka melanjutkannya ke Institut Kesehatan Nasional.
Hasilnya berupa sinar-X (X-ray) mingguan yang menggambarkan kondisi kesehatan di negara yang menjadi dasar keputusan akan kebijakan.
Proses ini merupakan perjalanan yang panjang dari kondisi panik dan hampir mengalami kolaps pada Maret lalu.
Minggu ini, parlemen memberikan suara untuk memperpanjang kekuatan darurat pemerintah hingga 15 Oktober setelah Perdana Menteri Giuseppe Conte mendesak agar negara tidak melonggarkan penjagaannya.
Kewenangan ini memungkinkan pemerintah menjaga pembatasan dan merespons dengan cepat, termasuk penguncian (lockdown), apabila ada klaster baru.
"Melihat situasi di Perancis, Spanyol, Balkan, berarti virus belum benar-benar hilang. (Virus) dapat dapat kembali kapanpun," kata Asisten Direktur Jenderal Inisiasi Strategis WHO, Ranieri Guerra.
Baca juga: Peneliti Italia Sebut Mayoritas Anak-anak yang Terinfeksi Covid-19 Pulih dalam 2 Minggu
Kebijakan penguncian yang dilakukan oleh Italia memang menimbulkan kerugian ekonomi.
Selama tiga bulan, bisnis dan restoran ditutup, pergerakan sangat dibatasi, dan pariwisata ditahan.
Italia diperkirakan kehilangan sekitar 10 persen dari PDB tahun ini.
Namun, pada suatu titik, dengan virus yang mengancam dan dapat menjadi tidak terkontrol, kewenangan di Italia mengedepankan nyawa di atas ekonomi.
"Kesehatan warga Italia berada dan akan selalu menjadi prioritas," kata Conte.
Strategi penghentian kegiatan ini bukannya tanpa kritik.
Akan tetapi, kebijakan tersebut terbukti lebih bermanfaat daripada membuka kembali ekonomi saat kondisi virus masih mewabah sebagaimana di negara-negara lain seperti AS, Brazil, atau Meksiko.
Baca juga: Italia, Spanyol, dan Perancis Laporkan Tren Penurunan Kasus Covid-19