"Kemungkinan disebabkan oleh kelainan genetika yang diturunkan secara dominan. Jadi, jika salah satu orangtua menderita sindrom ini, semua anaknya memiliki kemungkinan 50 persen akan mengalami sindrom Moebius," katanya lagi.
Selain itu, salah satu kemungkinan penyebab sindrom Moebius adalah kurangnya aliran darah (iskemia) ke bayi ketika masih di dalam kandungan. Iskemia dapat terjadi akibat faktor lingkungan.
Baca juga: Pakar WHO: Jangan Berharap Vaksinasi Covid-19 Dapat Dilakukan Awal 2021
Terkait gejala yang dialami, Manfaluthy mengungkapkan, selain wajah yang tidak dapat berekspresi, ada juga sejumlah gejala yang dialami oleh penderita sindrom Moebius, antara lain:
Gejala-gejala di atas membuat sindrom wajah seperti topeng ini menjadi masalah yang cukup serius.
"Sindrom ini bukan hanya membuat penderitanya tidak dapat berekspresi, tapi juga dapat memengaruhi kualitas hidup," ujar dia.
Baca juga: Mengenal TBC, Penyakit yang Diduga Menyerang Suami Soraya Haque
Diketahui, cara penanganan sindrom Moebius bervariasi, tergantung dari kelainan yang diderita.
Manfaluthy mengungkapkan, pengobatan melibatkan beberapa ahli dari dokter spesialis bedah plastik, anak, saraf, telinga, hidung, dan tenggorokan (THT), mata, ortopedi, dokter gigi, terapis wicara, dan lainnya.
Operasi dilakukan untuk kelainan saraf yang merupakan kelainan utama dari sindrom Moebius. Operasi pembetulan saraf dilakukan dengan mencangkok saraf atau otot dari area lain tubuh.
Salah satu contohnya adalah transfer tendon temporalis ke sudut mulut.
"Jika paralisis terjadi pada salah satu sisi wajah, cangkok saraf lintas wajah (cross-facial nerve graft) dari sisi yang normal ke sisi yang kelainan dapat dilakukan," terang Manfaluthy.
Baca juga: [HOAKS] Unggahan soal Indomie Miliki Rasa Saksang Babi
Dalam kehidupan sehari-hari, mereka yang harus hidup dengan sindrom Moebius dapat mengalami hambatan interaksi sosial.
Kendati demikian, penting bagi kita untuk mengenal tentang sindrom wajah seperti topeng ini, sehingga mencegah kita menganggap penderitanya sebagai orang aneh dan mencegah terjadi perundungan karena keterbatasan fisik mereka dalam mengekspresikan emosi.
Padahal, penderita sindrom ini memiliki kecerdasan normal dan tetap memiliki perasaan kayaknya orang lain.
"Jadi jika Anda mengenal seseorang dengan sindrom ini, tingkatkan rasa empati dan berikan dukungan sosial yang baik demi kualitas hidup mereka,"imbuh dia.
Baca juga: Mengenal EVALI, Penyakit Paru Misterius akibat Rokok Elektrik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.