Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral soal Kasus Bunuh Diri Mahasiswa karena Skripsinya Kerap Ditolak Dosen, Ini Analisis Pengamat Pendidikan

Kompas.com - 15/07/2020, 12:04 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

"Di luar negeri, ada universitas yang tipenya applied sciences, lebih terapan. Tugas akhir berupa project," kata Ina yang juga CEO Jurusanku.com ini.

"Kalau kita lihat di Australia, S1 tidak ada skripsi, dari tahun pertama tiap mata kuliah memang ada tugas essay, tapi lebih pendek dibanding skripsi. Ini mungkin bisa dijajaki untuk diterapkan di Indonesia," lanjut dia.

Agar mahasiswa tidak takut dengan skripsi, Ina mengungkapkan, untuk jangka pendek hanya membutuhkan ketahanan mental dan kegigihan untuk berjuang.

Ia menambahkan, mahasiswa zaman sekarang lebih mudah mencari informasi yang dibutuhkan untuk bahan skripsi, karena hidup di era teknologi.

Baca juga: Mengenal Permainan Aksara Jawa CARAKAN Ciptaan Mahasiswa UNS yang Juara di Singapura

Perbedaan terapan dengan peneliti

Terkait sistem pembelajaran, Ina menyampaikan, untuk universitas berbasis riset dinilai lebih akademis, atau bertujuan lebih mengarahkan mahasiswa untuk menjadi peneliti nantinya.

Sementara, untuk universitas berbasis terapan lebih bertujuan untuk menjalin kerja sama dengan industri, di mana tindakan ini dapat mengarahkan mahasiswa untuk siap bekerja.

"Kalau saya lihat dari profil kepribadian anak Indonesia (sekitar 7000an data yang saya miliki), sebagian besar lebih ke tipe sensing, yakni tipe terapan, bukan peneliti," ujar Ina.

Baca juga: Soal Aksi Mahasiswa, Pengamat: Presiden Memihak Siapa?

Menilik dari segi industri, Ina menganggap, Indonesia lebih membutuhkan lulusan yang siap kerja, bukan yang ahli menulis skripsi.

Hal ini juga didukung dengan divisi research and development (R&D) di Indonesia yang tidak membutuhkan orang sebanyak divisi lain.

Research and Development merupakan divisi di perusahan untuk mengembangkan produk baru.

"Jadi dari sisi industri dan tipe kepribadian mahasiswanya sendiri, lebih cocok menerapkan yang terapan berbasis project," kata Ina.

Baca juga: Seni Perlawanan Anak Muda di Balik Poster Lucu Pendemo

Mengubah mindset

Tak hanya itu, Ina juga mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir tinggi atau high order thinking skills (HOTS) belum berjalan di tingkat SMA.

Sebab, kebanyakan pelajar SMA masih banyak menghafal materi sekolahnya.

Oleh karena itu, wajar jika pelajar tersebut saat menjadi mahasiswa merasa kesulitan di tingkat S1.

Baca juga: Menilik Ketatnya Shalat Jumat di Singapura, Harus Pesan Online

Terkait hal ini, Ina menyarankan, sebaiknya unversitas di Indonesia lebih diperbanyak untuk tipe terapan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com