Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral soal Kasus Bunuh Diri Mahasiswa karena Skripsinya Kerap Ditolak Dosen, Ini Analisis Pengamat Pendidikan

KOMPAS.com - Informasi terkait unggahan meninggalnya mahasiswa semester akhir lantaran skripsinya kerap mengalami penolakan dari dosennya viral di media sosial baru-baru ini.

Adapun informasi tersebut diunggah oleh akun Twitter @collegemenfess pada Senin (13/7/2020).

"Sedih banget gak sih liat berita kayak gini. Skripsi buat S1 itu gak perlu yg susah-susah banget," tulis akun Twitter @collegemenfess.

Sejauh ini, unggahan tersebut telah di-retweet dan dikomentari sebanyak lebih dari 3.400 kali dan telah disukai sebanyak lebih dari 12.000 kali oleh pengguna Twitter lainnya.

Tak hanya itu, sejumlah warganet lain pun berkomentar mengenai susahnya untuk menyelesaikan skripsi.

"Kenapa ya sumpah bisa sampe gini? Takut banget jadinya mikirin skripsi. Kuliah biasa aja udah berat berkali kali mikir mau mati, apalagi skripsian gini," tulis akun Twitter @renrenyawn dalam twitnya.

Mengutip pemberitaan Kompas.com (12/7/2020), seorang mahasiswa di Samarinda Kalimatan Timur BH (17) diduga gantung diri karena depresi setelah kuliah 7 tahun tak kunjung lulus.

Hal itu terjadi karena skripsinya sering ditolak dosen.

Usai kerap ditolak dosen, mahasiswa di salah satu universitas di Samarinda tersebut, sering terlihat diam dan murung.

BH ditemukan meninggal gantung diri di rumah milik kakak angkatnya di Jalan Pemuda, Samarinda pada Sabtu (11/7/2020) sore.

Lantas, bagaimana analisis pengamat pendidikan mengenai kejadian tersebut?

Konsultan pendidikan dan karier Ina Liem mengungkapkan, mahasiswa yang bunuh diri karena skripsi dapat dilihat dari berbagai faktor.

"Salah satu faktornya yakni mungkin mahasiswa tersebut punya masalah psikologis, ketahanan terhadap stres yang tergolong rendah. Skripsi hanya pemicunya," ujar Ina saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/7/2020).

Ina menyayangkan mengenai tipe universitas di Indonesia yang hanya memiliki satu macam sistem pembelajaran yakni research based university.

Meski begitu, Ina menjelaskan bahwa Indonesia sendiri belum tergolong negara dengan ekonomi berbasis inovasi, di mana salah satu ciri aktivitasnya adalah penelitian (research).

"Di luar negeri, ada universitas yang tipenya applied sciences, lebih terapan. Tugas akhir berupa project," kata Ina yang juga CEO Jurusanku.com ini.

"Kalau kita lihat di Australia, S1 tidak ada skripsi, dari tahun pertama tiap mata kuliah memang ada tugas essay, tapi lebih pendek dibanding skripsi. Ini mungkin bisa dijajaki untuk diterapkan di Indonesia," lanjut dia.

Agar mahasiswa tidak takut dengan skripsi, Ina mengungkapkan, untuk jangka pendek hanya membutuhkan ketahanan mental dan kegigihan untuk berjuang.

Ia menambahkan, mahasiswa zaman sekarang lebih mudah mencari informasi yang dibutuhkan untuk bahan skripsi, karena hidup di era teknologi.

Perbedaan terapan dengan peneliti

Terkait sistem pembelajaran, Ina menyampaikan, untuk universitas berbasis riset dinilai lebih akademis, atau bertujuan lebih mengarahkan mahasiswa untuk menjadi peneliti nantinya.

Sementara, untuk universitas berbasis terapan lebih bertujuan untuk menjalin kerja sama dengan industri, di mana tindakan ini dapat mengarahkan mahasiswa untuk siap bekerja.

"Kalau saya lihat dari profil kepribadian anak Indonesia (sekitar 7000an data yang saya miliki), sebagian besar lebih ke tipe sensing, yakni tipe terapan, bukan peneliti," ujar Ina.

Menilik dari segi industri, Ina menganggap, Indonesia lebih membutuhkan lulusan yang siap kerja, bukan yang ahli menulis skripsi.

Hal ini juga didukung dengan divisi research and development (R&D) di Indonesia yang tidak membutuhkan orang sebanyak divisi lain.

Research and Development merupakan divisi di perusahan untuk mengembangkan produk baru.

"Jadi dari sisi industri dan tipe kepribadian mahasiswanya sendiri, lebih cocok menerapkan yang terapan berbasis project," kata Ina.

Mengubah mindset

Tak hanya itu, Ina juga mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir tinggi atau high order thinking skills (HOTS) belum berjalan di tingkat SMA.

Sebab, kebanyakan pelajar SMA masih banyak menghafal materi sekolahnya.

Oleh karena itu, wajar jika pelajar tersebut saat menjadi mahasiswa merasa kesulitan di tingkat S1.

Terkait hal ini, Ina menyarankan, sebaiknya unversitas di Indonesia lebih diperbanyak untuk tipe terapan.

"Yang riset tentunya kita tetap perlu, tapi jumlah universitasnya harusnya lebih banyak yang terapan," ujar Ina.

Namun, salah satu tantangan ketika hendak mencapai universitas terapan yakni mengubah mindset dosen.

"Mengubah mindset dosen lama menurut saya akan sulit. Jadi, kita bisa mencontoh Singapura, buka universitas negeri baru saja untuk dijadikan pilot project," imbuh dia.

Penyebab bunuh diri

Sementara itu, menurut WHO temuan kematian akibat bunuh diri sebanyak 10,5 orang per 100.000 orang pada 2016. Angka tersebut diperkirakan terus meningkat.

Seperti diberitakan Kompas.com (1/1/2020), ada banyak hal yang membuat seseorang memutuskan melakukan bunuh diri.

Seperti pengalaman traumatis, perundungan (bullying), patah hati, depresi hingga penyalahgunaan zat adiktif.

Sebenarnya kasus bunuh diri bisa dicegah jika kita lebih peka terhadap orang-orang di sekitar kita.

Memang tidak mudah mengidentifikasi atau memahami isi hati dan perasaan seseorang, namun mereka yang memiliki niat untuk mengakhiri hidupnya biasanya melakukan hal-hal berikut:

  • Berbicara tetang rasa putus asa dan kesepian
  • Mengaku tidak punya alasan untuk melanjutkan hidup
  • Terlalu banyak tidur atau tidak tidur sama sekali
  • Tidak nafsu makan atau justru hasrat untuk makan berlebihan
  • Mengalami kenaikan atau penurunan berat badan yang signifikan
  • Melakukan hal sembrono, seperti minum alkohol atau konsumsi obat berlebihan
  • Menghindari interaksi sosial dengan orang lain
  • Menunjukan tanda-tanda kecemasan ekstrem
  • Mengalami perubahan suasana hati yang dramatis
  • Berbicara tentang bunuh diri sebagai jalan keluar atas permasalahan

Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu. Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri.

Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.

Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/15/120405165/viral-soal-kasus-bunuh-diri-mahasiswa-karena-skripsinya-kerap-ditolak-dosen

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke