Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Oxford Khawatirkan Kasus Covid-19 di Sejumlah Negara, Termasuk Indonesia

Kompas.com - 13/07/2020, 08:08 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peneliti Oxford Max Roser mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sejumlah negara dalam menghadapi pandemi virus corona jenis baru penyebab Covid-19.

Ia menyebutkan sejumlah negara yang dinilainya mengkhawatirkan yaitu Amerika Serikat, Brazil, India, Afrika Selatan, Meksiko, Kolombia, Bangladesh, Argentina, Nigeria, dan Indonesia.

Hal itu disampaikan Roser, yang juga founder ourworldindata.org, melalui akun Twitter-nya, @MaxCRoser.

Menurut Roser, negara-negara tersebut belum berhasil menurunkan kurva kasus positif Covid-19, yang terlihat dari jumlah kasus terkonfirmasi yang terus bertambah setiap hari.

Selain itu, negara-negara tersebut juga dinilai tidak melakukan tes deteksi secara luas.

Baca juga: Benarkah Pandemi Virus Corona di Indonesia Masih Jauh dari Puncaknya?

Angka positive rate tinggi

Dalam grafik yang dibuat oleh Our World in Data, 10 negara yang disebut oleh Roser ditandai dengan garis warna merah, merah pekat, jingga, dan juga abu-abu.

Secara sederhana, semakin merah warna sebuah negara, maka mengindikasikan angka positive rate yang tinggi.

Artinya, jumlah pasti dari infeksi virus corona kemungkinan besar lebih tinggi dibandingkan jumlah kasus yang terkonfirmasi.

Berikut adalah rinciannya:

  • Amerika Serikat (jingga): 3-10 persen positive rate
  • Brazil (abu-abu): tidak ada data tes
  • India (jingga): 3-10 persen positive rate
  • Afrika Selatan (merah pekat): lebih dari 20 persen positive rate
  • Meksiko (merah pekat): lebih dari 20 persen positive rate
  • Kolombia (merah): 10-20 persen positive rate
  • Bangladesh (merah pekat): lebih dari 20 persen positive rate
  • Argentina (merah pekat): lebih dari 20 persen positive rate
  • Nigeria (merah): 10-20 persen positive rate
  • Indonesia (merah): 10-20 persen positive rate.

Baca juga: Indonesia Disebut Masuk Fase Berbahaya, Kapan Pandemi Akan Berakhir?

Tes yang masih rendah

bRelawan dan tenaga medis memandu senam untuk pasien orang tanpa gejala (OTG) dan pasien reaktif hasil rapid test Covid-19 di Rumah Singgah Karantina Covid-19, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (27/5/2020). Rumah Singgah Karantina Covid-19 ini merawat 33 pasien OTG Covid-19  dan 12 orang reaktif hasil rapid test.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO bRelawan dan tenaga medis memandu senam untuk pasien orang tanpa gejala (OTG) dan pasien reaktif hasil rapid test Covid-19 di Rumah Singgah Karantina Covid-19, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (27/5/2020). Rumah Singgah Karantina Covid-19 ini merawat 33 pasien OTG Covid-19 dan 12 orang reaktif hasil rapid test.
WHO telah menyarankan sekitar 10-30 tes per kasus yang dikonfirmasi sebagai tolok ukur umum pengujian yang memadai.

Sementara itu, 10 negara yang disebut Roser menemukan kasus positif untuk setiap 30 tes atau kurang.

Di negara-negara yang melakukan sangat sedikit tes, banyak kasus cenderung tidak dilaporkan.

Di negara-negara ini, jumlah kasus yang dikonfirmasi mengindikasikan hanya sebagian kecil dari jumlah total kasus sebenarnya.

Berikut adalah rincian tes dilakukan per kasus Covid-19 yang baru dikonfirmasi:

  • Amerika Serikat: 12,17 tes 
  • Brazil: -
  • India: 10,24 tes
  • Afrika Selatan: 4,44 tes
  • Meksiko: 1,61tes
  • Kolombia: 5,53 tes
  • Bangladesh: 4,42 tes
  • Argentina: 3,09 tes
  • Nigeria: 8,00 tes
  • Indonesia: 6,90 tes.

Baca juga: Kawal Covid-19: Pandemi Indonesia Baru Dimulai, Apa Kata Gugus Tugas?

Apa yang bisa dipelajari?

Dengan melihat grafik tersebut, dapat diketahui meski tes yang dilakukan masih sedikit, tetapi angka positive rate cenderung tinggi.

Artinya, bila kapasitas tes ditingkatkan, maka kasus yang dikonfirmasi juga akan meningkat.

Dengan kata lain, perlu disadari bahwa jumlah kasus positif harian yang selama ini dilaporkan belum mencakup seluruh kasus yang ada. Banyak kasus yang belum terkonfirmasi dan masih berkeliaran di luar sana.

Hal ini juga disampaikan sejumlah ahli dan epidemiolog mengenai kasus virus corona di Indonesia.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko penularan, juga menjadi catatan penting bagi pemerintah tiap-tiap negara untuk meningkatkan kapasitas tes mereka.

Mengutip pernyataan Roser dari laman Our World in Data, tujuan utama dari penanganan pandemi virus corona sangat sederhana: nol kasus di seluruh dunia.

"Virus tidak mengenal perbatasan negara. Bahkan pandemi influenza pada 1918 mencapai pulau-pulau terpencil dalam beberapa bulan, dan itu jauh sebelum adanya perjalanan udara global. Oleh karena itu, seluruh dunia perlu membuat kemajuan melawan virus jika kita ingin mencegah situasi di mana negara-negara harus mengunci diri dari sisa dunia atau menderita wabah Covid-19 yang berulang," kata Roser.

Baca juga: Kasus Covid-19 Indonesia Masuk Top 10 Asia, Berikut Daftarnya...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Pencegahan Penularan Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Tren
Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

400 Produk Makanan India Ditandai Mengandung Kontaminasi Berbahaya

Tren
Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Kecelakaan Maut Rombongan SMK di Subang dan Urgensi Penerapan Sabuk Pengaman bagi Penumpang Bus

Tren
'Whistleblower' Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

"Whistleblower" Israel Ungkap Kondisi Tahanan Palestina, Sering Alami Penyiksaan Ekstrem

Tren
9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

9 Negara Tolak Palestina Jadi Anggota PBB, Ada Argentina-Papua Nugini

Tren
Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Vasektomi Gratis dan Dapat Uang Imbalan, Ini Penjelasan BKKBN

Tren
Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Pendaftaran CPNS 2024 Diundur hingga Juni 2024, Ini Alasan Kemenpan-RB

Tren
Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Profil Jajang Paliama, Mantan Pemain Timnas yang Meninggal karena Kecelakaan

Tren
Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Dampak Badai Magnet Ekstrem di Indonesia, Sampai Kapan Terjadi?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com