"Pertama, masyarakat harus terlebih dahulu menanyakan tentang detail manfaat. Kemudian, terkait biaya, apakah ada biaya selama peminjaman. Kalau pelunasan dipercepat, menunggak, atau tidak bisa membayar" lanjut dia.
Selain biaya dan manfaat, faktor risiko juga harus diperhatikan.
"Apakah ada jaminan mengenai keamanan data pribadi tidak di-share untuk kepentingan apapun selain meminta izin," kata Anto.
Ia mengimbau masyarakat untuk hati-hati dalam memberikan persetujuan yang bersifat otomatis dalam membagikan data pribadi ini.
Legalitas dari penyedia pinjaman online penting untuk dilihat dan dapat diperiksa pada laman ini.
"Fintech yang diatur OJK ini adalah platform yang menjembatani antara konsumen dan penyedia dananya," kata Anto.
Ia menyebutkan, karakteristik ini yang perlu dipahami.
"Apabila ada perubahan kesepakatan lender dengan konsumen, harus dibahas oleh kedua pihak sebagai suatu kesepakatan baru. Dan ini sangat bergantung pada negosiasi. Beda dengan bank yang diatur oleh OJK sebagai lender-nya, sehingga OJK dapat memiliki kekuatan sebagai otoritas yang mengatur," papar Anto.
Fintech yang terdaftar kini melakukan pemilihan debitur dengan sangat selektif. Skema relaksasi kredit juga mempertimbangkan investasi pemberi pinjaman.
Sebab, pemberian pinjaman online ini juga harus dilakukan secara hati-hati.
Data OJK menyebut bahwa rasio kredit bermasalah pinjaman online masih nyaris menembus 4 persen hingga Februari 2020.
Baca juga: Facebook Pay Siap Hadir di Indonesia, Gandeng Fintech Lokal
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.