Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Stafsus Milenial Jokowi Mundur, Apa Pelajaran bagi Pejabat Publik?

Kompas.com - 26/04/2020, 19:02 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pengamat politik yang juga ahli tata negara dari Universitas Tarumanegara, Jakarta, Refly Harun, mengatakan, ada beberapa pelajaran bagi pejabat publik terkait mundurnya dua Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Belva Devara dan Andi Taufan Garuda Putra.

Menurut dia, dengan menjadi pejabat publik, maka seseorang harus bersiap dengan berbagai pembatasan-pembatasan.

Sebelumnya, Belva Devara, CEO Ruangguru, mengajukan pengunduran diri setelah perusahaan yang didirikannya menjadi sorotan publik karena menjadi mitra program Kartu Prakerja.

Sementara, Andi Taufan mundur setelah surat yang dikirimkannya kepada para camat se-Indonesia beredar di publik.

Dalam surat berkop Sekretariat Kabinet itu, Andi meminta dukungan camat atas kerja yang dilakukan PT Amartha, perusahaan yang dipimpinnya, dalam penanganan virus corona.

Publik menilai, ada konflik kepentingan dari keduanya.

"Bukan kenikmatan yang akan didapatkan, tetapi justru pembatasan-pembatasan," kata Refly saat dihubungi Kompas.com, Minggu (26/4/2020).

Baca juga: Mundurnya Belva Devara dari Stafsus Jokowi Dinilai Sudah Tepat, tetapi...

Ia mengatakan, jika seorang pejabat memiliki bisnis yang ia rintis, seharusnya pejabat tersebut tidak dapat lagi berbisnis dengan pemerintah.

Alasannya, karena rawan potensi conflict of interset.

Namun, kata Refly, permasalahan di Indonesia saat ini, banyak yang memasuki ke lingkar kekuasaan justru untuk memperbesar bisnis miliknya.

Atau, menurut dia, bila yang belum berbisnis, masuk ke dalam lingkaran pemerintahan untuk mulai membangun bisnis.

"Padahal kalau kita tahu, seharusnya makin masuk ke lingkar kekuasaan, makin tidak boleh orang itu berbisnis yang terkait dengan kekuasaan," ujar Refly.

"Silakan dia berbisnis, tetapi dengan bisnis di luar kekuasaan. Bisnis yang murni tapi tidak boleh terkait dalam proyek-proyek pemerintah," lanjut dia.

Oleh karena itu, Refly menyebutkan, menjadi seorang pejabat publik tidak seenak yang dibayangkan banyak orang.

"Jadi pejabat juga harus membedakan ranah publik dan ranah privatnya, sehingga harus tahu secara benar-benar mana yang boleh dilakukan, mana yang tidak boleh dilakukan," jelas dia.

Baca juga: Mundur dari Stafsus Jokowi, Ini Profil Andi Taufan Garuda Putra

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com