Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasakan Cuaca Terik Beberapa Hari Ini? Ini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 23/04/2020, 07:44 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa hari ini, cuaca di sejumlah daerah di Indonesia terasa sangat terik dan panas.

Tak hanya siang hari, saat malam tiba cuaca juga terasa gerah. Mengapa hal ini terjadi?

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Herizal mengatakan, cuaca terik umumnya disebabkan suhu udara yang tinggi dan kelembapan udara rendah.

Hal ini terutama terjadi pada kondisi langit cerah dan kurangnya awan sehingga pancaran sinar matahari langsung lebih banyak diteruskan ke permukaan bumi.

"Berkurangnya tutupan awan terutama di wilayah Indonesia bagian selatan pada bulan-bulan ini disebabkan wilayah ini tengah berada pada masa transisi dari musim hujan menuju musim kemarau," kata Herizal kepada Kompas.com, Kamis (23/4/2020) pagi.

Herizal mengatakan, BMKG sebelumnya telah memprediksi hal tersebut karena adanya pergerakan semu matahari dari posisi di atas khatulistiwa menuju belahan bumi utara.

Transisi musim ditandai dengan mulai berembusnya angin timuran dari Benua Australia (monsun Australia) terutama di wilayah bagian selatan Indonesia.

Baca juga: BMKG: Jakarta dan Tangerang Diprediksi Cerah Berawan Sepanjang Hari

Angin bersifat kering dan kurang membawa uap air, sehingga menghambat pertumbuhan awan.

Cuaca terik yang dirasakan karena adanya kombinasi antara kurangnya tutupan awan, suhu udara yang tinggi dan kecenderungan berkurangnya kelembapan.

"Sesuai dengan prediksi BMKG sebelumnya, bulan Maret hingga April menunjukkan suhu yang terus menghangat, hampir di sebagian besar tempat di Indonesia," ujar dia.

Herizal mengungkapkan, pemantauan BMKG pada bulan April ini, teridentifikasi banyak daerah yang mengalami suhu maksimum 34-36 derajat celcius, bahkan yang tertinggi tercatat mencapai 37,3 derajat celcius pada 10 April 2020 di Karangkates, Malang.

Sementara itu, kelembapan udara minimum di bawah 60 persen terpantau terjadi di sebagian Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, sebagian Jawa Timur dan Riau.

Suhu maksimum

Herizal menambahkan, secara klimatologis, bulan April-Mei-Juni memang tercatat sebagai bulan-bulan di mana suhu maksimum mengalami puncaknya di Jakarta, selain Oktober hingga November.

Pola ini mirip dengan pola suhu maksimum di Surabaya.

Sementara, di Semarang dan Yogyakarta, pola suhu maksimum akan terus naik secara gradual pada April dan mencapai puncaknya pada bulan September hingga Oktober.

Meskipun tingginya suhu maksimum tidak dapat dikatakan dipicu secara langsung oleh perubahan iklim, namun dalam analisis perubahan iklim oleh peneliti BMKG diketahui bahwa tren suhu maksimum di Jakarta telah meningkat signifikan sebesar 2.12 derajat celcius per 100 tahun.

"(Penelitian) dengan menggunakan data yang panjang sejak tahun 1866 (Siswanto et al, 2016, International Journal of Climatology)," kata Herizal. 

Menurut Herizal, tren suhu udara yang terus naik tak hanya terjadi di Tanah Air, melainkan juga di banyak tempat di dunia.

"Yang kemudian kita kenal sebagai fenomena pemanasan global," kata dia.

Pemantauan suhu rata-rata secara global, lanjut dia, menunjukkan hampir tiga tahun tercatat rekor baru suhu tertinggi dunia.

Baca juga: PSBB di Jakarta, BMKG Alihkan Operasional Layanan Informasi ke Wilayah III Denpasar

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com