Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasakan Cuaca Terik Beberapa Hari Ini? Ini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 23/04/2020, 07:44 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

 

Pemanasan suhu permukaan laut

Pada 15 Januari 2020, Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan bahwa tahun 2019 merupakan tahun terpanas kedua sejak tahun 1850, setelah tahun 2016.

Suhu rata-rata di tahun 2019 lebih hangat 0,95 derajat celcius dibandingkan suhu rata-rata klimatologis periode 1901-2000.

"Tren pemanasan suhu udara permukaan juga diikuti oleh tren pemanasan di lautan," kata Herizal.

Secara umum, suhu permukaan laut 5 tahun terhangat secara global terpantau terjadi dalam periode 6 tahun terakhir.

Penelitian oleh Cheng et al yang terbit di jurnal Advances in Atmospheric Sciences pada Januari 2020, menemukan, kenaikan suhu rata-rata permukaan laut global pada tahun 2019 adalah 0,075 derajat celcius, di atas rata-rata klimatologis 1981-2019.

Hal serupa juga diindikasikan oleh suhu permukaan laut di perairan Indonesia.

Herizal mengatakan, pengkajian BMKG (Siswanto dkk) yang terbit di International Journal of Climatology tahun 2016 menemukan, suhu permukaan laut di Laut Jawa dan Samudera Hindia barat Sumatera juga terus menghangat dengan kenaikan sekitar 0,5 derajat celcius sejak tahun 1970-an.

"Ini menunjukkan sedikit lebih rendah daripada tren rata-rata global," tutur dia.

Baca juga: BMKG Rilis Peringatan Gelombang Tinggi di Perairan Selatan Jawa dan Arafuru

Pada 2019, suhu permukaan laut di perairan Indonesia secara umum agak mendingin.

Hal ini disebabkan pengaruh fenomena Dipole Mode Positif Samudera Hindia yang kuat dan El Nino kategori lemah.

Terus menghangatnya suhu udara permukaan dan suhu permukaan laut secara global serta kontras antar keduanya dapat memicu perubahan dinamika cuaca dan iklim di suatu wilayah, serta dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem ataupun badai tropis.

"Menghangatnya lautan dapat memicu badai lebih mudah untuk tumbuh atau dapat menjadi sumber kekuatan badai sehingga lebih destruktif," ujar Herizal.

Pemanasan lautan dan kaitanya dengan peningkatan kekuatan badai tropis di semua wilayah Samudera ini sudah dikaji oleh banyak artikel, seperti kajian Balaguru, et al yang terbit di jurnal Nature Communication (2016), yang menyatakan pemanasan global telah memicu intensifikasi pembentukan super-taifun.

Hal ini sesuai dengan hasil kajian peneliti BMKG dengan menggunakan data Joint Typhoon Warning Center (JTWC) terhadap kejadian Siklon Tropis di Samudera Hindia bagian selatan.

Pada periode 1961-2016 terindikasi adanya tren yang signifikan secara statistik untuk peningkatan frekuensi badai tropis dengan kategori berbahaya.

Baca juga: Studi Baru, Suhu Panas Global Tingkatkan Risiko Kelahiran Lebih Awal bagi Wanita

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com