Drajat mengungkapkan, dalam beberapa beberapa kasus, penjara tidak menakutkan tapi malah menjadi sekolah kriminal yang sangat canggih.
Hal itu jumlahnya cukup banyak di berbagai negara.
Penjara juga menjadi tempat untuk meningkatkan modal sosial kriminal. Artinya, di penjara itu napi justru kenal dengan "orang-orang hebat" atau penjahat-penjahat yang sangat kuat.
Saat jam istirahat atau jam kunjung terjadi campur baur, sehingga ada proses "pembelajaran" kriminalitas di sana.
Sehingga dari jaringan baru tersebut napi belajar dan ketika keluar mereka jadi lebih profesional.
"Nah ini harus bisa diputus di penjara," tegasnya.
Baca juga: Mantan Napi Korupsi Diperbolehkan Ikut Pilkada, KPK: Kita Harus Tegas
Menurut Drajat dalam hal ini Kemenkumham perlu bertanggungjawab karena kembalinya para napi berbuat kriminal.
Para kepala lapas juga seharusnya membina sampai tuntas.
"Kalau begitu dia (napi) keluar langsung melakukan itu (perbuatan kriminal) ada yang kurang sempurna di dalam manajemen pengelolaan pendidikan dan pemasyarakatan di lapas itu," tuturnya.
Selain itu, seharusnya ada asesmen sebelum napi keluar untuk memastikan betul bahwa mereka memang siap untuk kembali ke masyarakat.
Selain itu kehidupan sehari-hari napi setelah keluar juga dipantau petugas sosial. Sehingga jika napi melakukan hal-hal aneh dapat segera diberitahukan ke aparat hukum.
"Tapi saya tidak tahu kemarin karena pertimbangannya bukan pemasyarakatan biasa, tetapi karena pertimbangan mengurangi populasi penjara agar tidak terjadi penularan Covid-19, saya tidak tahu apakah sudah ada evaluasi kesiapan itu atau belum," tutur Drajat.
Baca juga: Mengapa Masyarakat Indonesia Susah untuk Diminta Tetap di Rumah Saat Pandemi Corona?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.