Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Bantah 5 Alasan Ini Sebagai Penyebab Dentuman Misterius

Kompas.com - 14/04/2020, 14:35 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masyarakat yang ada di sebagian wilayah Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat mendengar suara dentuman keras beberapa kali pada Sabtu (11/4/2020) bersamaan dengan momentum erupsi Gunung Anak Krakatau.

Namun, hingga saat ini suara dentuman tersebut masih belum bisa diketahui dari mana asalnya.

Sejumlah alasan sudah coba dikemukakan oleh berbagai pihak, namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geologi (BMKG) tidak membenarkan alasan-alasan tersebut disertai dengan data ilmiah yang mereka kantongi.

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan mengapa sejumlah alasan yang pernah dikemukakan beberapa pihak tidak bisa diterima.

Baca juga: Waspada! Ada Akun Bodong Catut Nama BNPB untuk Galang Donasi Corona

Erupsi Gunung Anak Krakatau

Alasan pertama yang banyak dikemukakan, dentuman keras di pagi dini hari itu berasal dari aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.

Alasan ini sebenarnya beralasan, karena kejadiannya bertepatan dengan Gunung Anak Krakatau yang tengah erupsi sejak Jumat (10/4/2020) malam hingga Sabtu (11/4/2020) pagi.

"Namun untuk saat ini, adanya dugaan dentuman bersumber dari Gunung Anak Krakatau dibantah dengan alasan suara dentuman tidak terdengar di Pasauran, Banten dan Kalianda, Lampung," kata Daryono dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/4/2020).

Padahal dua titik tersebut secara geografis memiliki jarak yang lebih pendek ke Gunung Anak Krakatau.

Sehingga alasan dentuman berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau masih menjadi pro-kontra hingga saat ini.

Daryono menyebut, aktivitas Gunung Anak Krakatau pada Desember 2018 memang menyebabkan dentuman yang suaranya terdengar hingga Sumatera Selatan dan Jawa Barat.

Tetapi untuk dentuman pada Jumat (10/4/2020), kejadian tersebut tidak bisa dijadikan alasan, meskipun waktu kejadiannya bertepatan.

Baca juga: Jalani Isolasi di Masa Wabah Corona, Waspada dan Kenali Gejala Demam Kabin

Gempa tektonik

Alasan kedua yang juga banyak diungkapkan adalah adanya gempa tektonik sehingga dentuman tersebut muncul.

Namun, Daryono menyebut sensor gempa milik BMKG tidak mencatat adanya gempa saat terjadi dentuman.

"Berdasarkan fakta ini maka rangkaian suara dentuman Sabtu (11/4/2020) pagi lalu tidak berkaitan dengan aktivitas gempa tektonik," jelas Daryono.

Pihaknya menjelaskan, dentuman hebat bisa saja muncul akibat aktivitas gempa tektonik dengan syarat gempa tersebut bermagnitudo signifikan, dan terjadi di hiposenter yang sangat dangkal.

Itu pun dengan catatan dentuman hanya terjadi sekali waktu saat deformasi batuan utama berlangsung, tidak berulang kali seperti dentuman Sabtu (11/4/2020) dini hari.

Dentuman akibat gempa tektonik misalnya pernah terjadi pada gempa Bantul 2006.

"Gempa Bantul dapat mengeluarkan bunyi karena sumbernya dangkal dan dekat dengan zona karst yang bawah permukaannya berongga, sehingga dapat menjadi sumber bunyi jika ada pukulan gelombang seismik," sebut dia.

"Di Bantul, setiap terjadi dentuman maka sensor seismik selalu mencatat sebagai event gempa, sementara saat terjadi dentuman kemarin sensor gempa BMKG tidak mencatat adanya gempa," lanjut Daryono.

Baca juga: Peneliti Temukan 3 Varian Virus Corona Penyebab Covid-19, Apa Saja?

Peristiwa longsoran

Alasan selanjutnya, peristiwa longsor juga disebut bisa menjadi sumber dentuman misterius yang terajdi.

Secara ilmiah, longsoran yang dipicu adanya deformasi batuan yang melampaui batas elastisitasnya akan menimbulkan pelepasan energi secara tiba-tiba hingga mengeluarkan suara dentuman.

"Namun demikian, peristiwa longsoran tidak mungkin terjadi secara berulang-ulang, terus-menerus sebanyak dentuman yang didengarkan masyarakat pagi itu," ucap Daryono.

Skyquake

Tidak ada aktivitas di daratan dan perairan yang tercatat sebagai sebab dentuman, menimbulkan alasan dentuman disebabkan oleh suara yang terjadi di langit pun muncul.

Istilah yang digunakan adalah skyquake, atau konsep yang digunakan secara ilmiah adalah acoustic wave, infrasonic wave, sonic boom, dan sebagainya.

"Saat terjadi dentuman, tidak ada laporan dari stasiun pendeteksi sonic boom dan tidak ada pesawat terbang dengan kecepatan suara. Sehingga fenomena skyquake sebagai sumber dentuman saat itu terbantahkan," sebut Daryono.

Baca juga: 7 Provinsi dengan Angka Kesembuhan Covid-19 Tertinggi di Indonesia

Aktivitas petir

Alasan lain yang dikemukakan sebagai penyebab dentuman itu adalah aktivitas petir.

Namun, Daryono menyebut dalam beberapa literatur pada kondisi atmosfer ideal suara petir paling jauh hanya dapat terdengar 16-25 kilometer.

"Dengan jarak jangkauan dengar tersebut, sulit diterima jika dikatakan petir yang sama dapat didengar oleh warga di Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Pelabuhanratu," ujarnya.

"Sebagai contoh, jika petir terjadi di Kota Bogor maka tempat terjauh di utara yang dapat mendengar hanya sampai Kota Depok dan tidak sampai ke Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Untuk arah tenggara dan selatan maka tempat terjauh yang masih dapat mendengar petir tersebut adalah daerah Gunung Gede-Pangrango dan tidak sampai ke Sukabumi dan Pelabuhanratu," lanjutnya.

Lagi pula, suara petir sangat khas dan orang awam pun bisa mengenalinya dengan mudah. Sementara suara keras yang terdengar dini hari itu lebih berupa dentuman dan bukan petir.

Oleh karena sumber dentuman yang belum bisa ditemukan, hingga saat ini BMKG terus melakukan penelusuran untuk bisa memecahkan misteri ini.

"Masih coba kita telusuri, dan masih kita dalami," jawab Daryono saat dihubungi langsung, Selasa (14/4/2020).

Daryono menyebut, ada sejumlah alasan yang tercatat oleh BMKG dan dimungkinkan menjadi sumber dentuman, namun saat ini masih dalam pendalaman sehingga belum dapat dipastikan dan belum bisa diinformasikan ke publik.

Baca juga: Langgar Aturan Isolasi Covid-19 di Korea Selatan, WNI Dideportasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com