Namun di sisi lain, perlu dipikirkan juga apakah proteksi tersebut harus dilakukan dengan cara stigmatisasi dan berperilaku diskriminasi yang bahkan pada akhirnya berakhir pada kekerasan.
Bukankah seharusnya cobaan Covid-19 ini seharusnya menyatukan seluruh aspek masyarakat Indonesia alih-alih justru memecah-belah bangsa?
Sebuah penelitian World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stigmatisasi pada pasien penyakit tertentu dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada pasien.
Dampak itu bisa berupa isolasi sosial, kehilangan akses hak hidup dan tinggal, bahkan depresi. Dampak-dampak tersebut akan menghambat penyembuhan diri pasien.
Bukan tidak mungkin hal ini juga dapat terjadi pada para pasien Covid-19 yang menerima stigmatisasi dan perilaku diskriminasi.
Alih-alih sembuh, pasien justru dapat mengalami depresi karena mengetahui, bahkan menerima sendiri, berbagai diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat pada PDP dan ODP Covid-19.
Hal yang sama juga dapat terjadi pada para tenaga medis yang mengalami perilaku diskriminasi di tempat mereka tinggal.
Alih-alih mendapat dukungan masyarakat karena mempertaruhkan jiwa dan raga mereka untuk berada di garda terdepan merawat para pasien Covid-19, beberapa dari mereka justru mendapat perilaku diskriminasi dengan pengusiran dari tempat mereka tinggal.
Padahal, mereka tentu memerlukan istirahat yang cukup karena sudah berhari-hari berjaga dan bertugas di rumah sakit.
Penolakan akan membuat beberapa dari mereka "terpaksa" kembali bermalam di rumah sakit, sehingga sangat berisiko bagi kualitas kesehatan diri mereka sendiri.
Baldwin, M (2016) dalam bukunya menyebutkan beberapa alasan mengapa stigmatisasi dapat terjadi pada orang-orang dengan penyakit tertentu berikut ini.
1. Resposibility control of their illness
Penelitian Baldwin menunjukkan bahwa stigmatisasi biasanya cenderung akan muncul pada pasien dengan tingkat kontrol rendah atas penyakit yang dideritanya.
Semakin rendah seorang pasien dapat mengendalikan kesembuhan diri dari penyakit yang dideritanya, semakin tinggi kemungkinan ia menerima stigmatisasi dan perilaku diskriminasi dari lingkungannya.
2. Uncertainty ilness healing time
Faktor lain yang dinilai memengaruhi ada atau tidaknya stigmatisasi adalah tingkat kepastian berapa lama penyakit yang dideritanya akan sembuh.
Memang benar masa inkubasi Covid-19 adalah 14 hari, namun tidak menjamin bahwa seseorang yang sudah sembuh dari Covid-19 tidak akan tertular kembali.
3. Faktor tidak terduga dari penyebaran penyakit