KOMPAS.com - Orang-orang Jepang dan jutaan turis mancanegara semestinya dapat menikmati awal dari mekarnya bunga sakura, atau musim hanami tahun ini.
Hari-hari ini sampai April harusnya adalah waktu yang sangat penting bagi Jepang, baik secara ekonomi maupun budaya.
Secara tradisional saat mekarnya bunga sakura, menjadi momen orang-orang Jepan berkumpul bersama teman dan keluarga. Kemudian untuk generasi Z, ini adalah kesempatan mengisi postingan Instagram yang sempurna.
Tapi tahun ini pandemi virus corona menyebabkan banyak peristiwa telah dibatalkan dan pengunjung asing atau wisatawan tidak ada.
Dampak ekonomi
Katsuhiro Miyamoto dari Universitas Kansai menyoroti dampak ekonomi dari hanami yang bakalan sangat sepi.
"Musim bunga sakura di Jepang memiliki dampak ekonomi yang sangat besar setiap tahun," katanya dilansir BBC, Minggu (22/3/2020).
Dia memperkirakan bahwa hampir 8,5 juta wisatawan mengunjungi Jepang selama musim bunga sakura antara Maret dan Mei tahun lalu, menghasilkan sekitar 650 miliar yen setara dengan 6 miliar dollar AS.
Baca juga: JStor Gratiskan E-Book dan Jurnal Ilmiah Selama Pandemi Corona, Berikut Linknya...
Melihat bunga sakura, atau hanami, memiliki makna budaya yang mendalam di Jepang.
Seijiro Takeshita dari Universitas Shizuoka menggarisbawahi mengapa pertemuan itu, di mana orang makan dan minum dan bersenang-senang, sangat penting bagi ekonomi dan budaya Jepang.
"Kami menggunakan ungkapan 'dompet menjadi longgar', artinya orang cenderung memiliki kecenderungan yang sangat tinggi untuk dibelanjakan," kata dia.
"Kami memiliki begitu banyak ikatan emosional dengan bunga ini dan musim baru ... Ia memiliki banyak faktor budaya, banyak faktor historis di baliknya," ujar dia menambahkan ketika menjelaskan arti yang lebih luas dari musim bunga sakura.
Dibatalkan
Tahun ini acara hanami dibatalkan di seluruh negeri karena pihak berwenang berusaha untuk memperlambat penyebaran virus corona.
Pekan lalu Gubernur Tokyo Yuriko Koike mendesak orang untuk tidak mengadakan pesta tradisional mereka.