KOMPAS.com - Iuran jaminan kesehatan atau BPJS Kesehatan batal mengalami kenaikan.
Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Dikutip dari dokumen putusan MA, pasa 34 ayat (1) dan ayat (2) dari Perpres tersebut bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pasal tersebut menjelaskan tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen.
BPJS Kesehatan sendiri mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2014. Lantas, apa perbedaannya dengan jaminan kesehatan lain?
Baca juga: MA Batalkan Kenaikan BPJS Kesehatan, Berikut Rincian Tarif Iurannya
Sebelumnya, mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan, ada beberapa jaminan kesehatan yang ada di Indonesia. Berikut adalah rinciannya.
1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
JKN merupakan jaminan kesehatan yang ada pada masa pemerintahan SBY. Dengan kebijakan ini, pemerintah saat itu berharap agar seluruh warga negara Indonesia dapat memperoleh jaminan hidup yang sehat, sejahtera, dan produktif.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
BPJS sebenarnya merupakan badan penyelenggara jaminan sosial dari JKN. Ada dua jenis BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketanakerjaan.
Keanggotaan BPJS Kesehatan ini bersifat wajib bagi seluruh warga Indonesia. Sebagai anggota BPJS Kesehatan, diwajibkan untuk membayar iuran dalam jumlah yang sudah ditentukan.
Namun demikian, pemerintah memberikan failitas bagi mereka yang kurang mampu untuk menerima pelayanan BPJS Kesehatan tanpa iuran. Para peserta ini disebut sebagai Peserta BPJS PBI (Peserta Bantuan Iuran) dan anggotanya adalah warga Indonesia yang sebelumnya telah memiliki KIS, Jamkesda, Jamkesmas, dan KJS.
Baca juga: Sri Mulyani: Iuran Tak Jadi Naik Bisa Pengaruhi Keberlanjutan BPJS Kesehatan
3. Kartu Indonesia Sehat (KIS)
KIS diluncurkan pada masa pemerintahan Jokowi. Namun, pada praktiknya, program KIS tidak berjalan dengan baik.
Para penerima KIS berasal dari kalangan miskin dan tidak mampu yang datanya diambil dari peserta BPJS PBI sehingga terjadi tumpang tindih antara data keduanya.